12/12/2008

DEWA

"DEWA" 
Dewa (maskulin) dan Dewi (feminim) adalah keberadaan supranatural yang 

menguasai unsur-unsur alam atau aspek-aspek tertentu dalam kehidupan manusia. 

Mereka disembah, dianggap suci dan keramat, dan dihormati oleh manusia.

Dewa dianggap berwujud bermacam-macam, biasanya berwujud manusia atau 

binatang. Mereka hidup abadi. Mereka memiliki kepribadian masing-masing. 

Mereka memiliki emosi, kecerdasan, seperti layaknya manusia. Beberapa 

fenomena alam seperti petir, hujan, banjir, badai, dan sebagainya, termasuk 

keajaiban adalah ciri khas mereka sebagai pengatur alam. Mereka dapat pula 

memberi hukuman kepada makhluk yang lebih rendah darinya. Beberapa dewa tidak 

memiliki kemahakuasaan penuh, sehingga mereka disembah dengan sederhana.

Para makhluk supranatural yang menguasai unsur-unsur alam atau aspek-aspek 

tertentu dalam kehidupan manusia yang berjenis kelamin pria disebut "Dewa", 

sedangkan "Dewi" adalah sebutan untuk yang berjenis kelamin wanita.Etimologi

Kata Dewa muncul dari agama Hindu, yakni dari kata Deva atau Daiwa (bahasa 

Sanskerta), yang berasal dari kata div, yang berarti sinar. Kata dewa dalam 

bahasa Inggris sama dengan Deity, berasal dari bahasa Latin deus. Bahasa 

Latin dies dan divum, mirip dengan bahasa Sanskerta div dan diu, yang berarti 

langit, sinar (lihat: Dyaus). Kata deva (sinar, langit) sama sekali tidak ada 

hubungannya dengan kata devil (iblis; setan).

Istilah dewa diidentikkan sebagai makhluk suci yang berkuasa terhadap alam 

semesta. Meskipun pada aliran politeisme menyebut adanya banyak Tuhan, namun 

dalam bahasa Indonesia, istilah yang dipakai adalah "Dewa" (contoh: Dewa 

Zeus, bukan Tuhan Zeus). Biasanya istilah dewa dipakai sebagai kata sandang 

untuk menyebut penguasa alam semesta yang jamak, bisa dibayangkan dan 

dilukiskan secara nyata, sedangkan istilah Tuhan dipakai untuk penguasa alam 

semesta yang maha tunggal dan abstrak, tidak bisa dilukiskan, tidak bisa 

dibayangkan.

[sunting]
Hubungan antara Dewa dengan manusia

Para Dewa dipercaya sebagai makhluk yang tak tampak dan tak dapat dijangkau. 

Mereka hidup di tempat-tempat suci atau tempat-tempat yang jauh dari 

jangkauan manusia, seperti surga, neraka, di atas langit, di bawah bumi, di 

lautan yang dalam, di atas puncak gunung tinggi, di hutan belantara, namun 

dapat berhubungan dengan manusia karena manifestasi atau kekuatan 

supranaturalnya. Dalam beberapa agama monoteistik, Tuhan dianggap tinggal di 

surga namun karena kemahakuasaannya beliau juga ada dimana-mana sehingga 

dapat berhubungan dengan umatnya kapanpun dan dimana pun, namun secara kasat 

mata. Dalam pandangan umat beragama (monoteistik, politeistik, panteistik) 

sesungguhnya Tuhan ada dimana-mana, namun untuk memuliakannya Beliau 

disebutkan tinggal di surga.

Dalam politeisme, para Dewa digambarkan sebagai makhluk yang memiliki emosi 

dan wujud seperti manusia, sangat berkuasa, dan antara manusia dan para Dewa 

ada perbedaan yang sangat menonjol. Para Dewa tinggal di surga sedangkan 

manusia tinggal di bumi. Karena para Dewa tinggal di surga, maka para Dewa 

memiliki kekuasaan dan kesaktian untuk mengatur, menghukum atau memberkati 

umat manusia. Sementara para Dewa berkuasa, maka manusia memujanya dan 

memberikan persembahan agar dibantu dan diberkati oleh kemahakuasaan-Nya.

[sunting]
Dewa yang tunggal

Dalam agama yang menganut paham monoteisme, Dewa hanya satu dan sebutan Tuhan 

adalah sebutan yang umum dan layak. Tuhan merupakan sesuatu yang 

supranatural, menguasai alam semesta, maha kuasa, tidak dapat dibayangkan dan 

tidak bisa dilukiskan. Agama monoteisme enggan untuk mengakui adanya 

dewa-dewa karena dianggap sebagai Tuhan tersendiri.

Dalam agama Hindu dan Buddha, meskipun meyakini satu Tuhan, namun ada makhluk 

yang disebut Dewa yang diyakini di bawah derajat Tuhan. Dalam filsafat Hindu, 

para Dewa tunduk pada sesuatu yang maha kuasa, yang maha esa, dan yang 

menciptakan mereka yang disebut Brahman (sebutan Tuhan dalam agama Hindu). 

Dalam agama Buddha, para Dewa bukanlah makhluk sempurna dan memiliki wewenang 

untuk mengatur umat manusia. Para Dewa tunduk pada hukum mistik yang mengikat 

diri mereka pada karma dan samsara.

Dalam hal ini, Tuhan (Allah, Yesus, Brahman, dan sebagainya) adalah sesuatu 

yang agung dan mulia, tidak bisa disamakan dengan Dewa dan tidak ada yang 

sederajat dengannya. Meskipun ada agama yang meyakini banyak Dewa (seperti 

Hindu dan Buddha) namun jika memiliki konsep Ketuhanan yang Maha Esa, para 

Dewa dianggap sebagai makhluk suci atau malaikat dan tidak sederajat dengan 

Tuhan.

[sunting]
Pandangan mengenai Dewa-Dewi

[sunting]
Agama Hindu

Trimurti atau Tritunggal Hindu (tiga perwujudan Tuhan yang utama menurut 

agama Hindu). Dari kiri ke kanan: Brahma (berkulit merah, berkepala empat); 

Wisnu (berkulit biru, berlengan empat); dan Siwa (berkulit putih, berlengan 

empat).

Dewa Ra.

Dalam tradisi agama Hindu umumnya, para Dewa (atau "Deva", "Daiwa") adalah 

manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa (Brahman). Para Dewa merupakan pengatur 

kehidupan dan perantara Tuhan dalam berhubungan dengan umatnya. Dewa-Dewi 

tersebut seperti: Brahma, Wisnu, Siwa, Agni, Baruna, Aswin, Kubera, Indra, 

Ganesa, Yama, Saraswati, Laksmi, Surya, dan lain-lain.

Karena ditemukan konsep ketuhanan yang maha esa, Dewa-Dewi dalam agama Hindu 

bukan Tuhan tersendiri. Dewa-Dewi dalam agama Hindu hidup abadi, memiliki 

kesaktian dan menjadi perantara Tuhan ketika memberikan berkah kepada 

umatnya. Musuh para Dewa adalah para Asura. Menurut agama Hindu, para Dewa 

tinggal di suatu tempat yang disebut Swargaloka atau Swarga, suatu tempat di 

alam semesta yang sangat indah, sering disamakan dengan sorga. Penguasa di 

sana ialah Indra, yang bergelar raja surga, atau pemimpin para Dewa.

[sunting]
Agama Buddha

Dalam agama Buddha, Dewa adalah salah satu makhluk yang tidak setara dengan 

manusia, memiliki kesaktian, hidup panjang, namun tidak abadi. Agama Buddha 

mengenal banyak Dewa, namun mereka bukan Tuhan, mereka tidak sempurna dan 

tidak maha kuasa. Mereka (para Dewa) adalah makhluk yang sedang dalam usaha 

mencari kesempurnaan hidup.

Para Dewa tidak selalu sama dengan Boddhisattva. Para Dewa masih terikat pada 

karma dan samsara.

[sunting]
Mesir Kuno

Menurut catatan sejarah, bangsa Mesir Kuno menyembah banyak Dewa dan belum 

menemukan paham Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut kepercayaan Mesir Kuno, para 

Dewa merupakan makhluk-makhluk yang lebih berkuasa daripada umat manusia dan 

mengatur aspek-aspek kehidupan umat manusia. Mereka memberkati manusia, 

melindungi manusia, menghukum manusia, dan mencabut ajal manusia. Dewa-Dewi 

dalam kepercayaan bangsa Mesir Kuno merupakan penguasa setiap bagian dan 

unsur alam. Para Dewa merupakan Tuhan tersendiri sesuai dengan kemahakuasaan 

yang dimilikinya. Para Dewa yang menentukan nasib setiap orang.

Bangsa Mesir Kuno sangat memuliakan Dewa mereka.Tempat memuja para Dewa dan 

sesuatu yang berkaitan dengan para Dewa (seperti kitab, pusaka, dan kutukan) 

sangat dikeramatkan. Konon makam-makam para Raja dan kuil-kuil Mesir 

dilindungi Dewa dan mengandung suatu kutukan bagi orang yang berniat jahat. 

Pada zaman Mesir Kuno, Dewa yang banyak dipuja dan dianggap sebagai Dewa 

tertinggi adalah Dewa matahari, Ra (Amon-Ra). Beliau merupakan Dewa yang 

banyak disembah di daratan Mesir. Kuil Abu Simbel didirikan untuk memujanya. 

Setelah itu, Dewa yang banyak dipuja adalah Osiris, Dewa kehidupan alam, 

penguasa akhirat.

[sunting]
Mitologi Yunani

12 Dewa Olimpus dari Mitologi Yunani.

Menurut mitologi Yunani, para Dewa adalah makhluk yang lahir seperti manusia, 

namun memiliki kemahakuasaan untuk mengatur kehidupan manusia. Mereka 

mengatur aspek-aspek dalam kehidupan manusia. Mereka tidak pernah sakit dan 

hidup abadi. Setiap Dewa memiliki kemahakuasaan tersendiri sesuai dengan 

kepribadiannya.

Nenek moyang para Dewa adalah Chaos. Para Titan adalah anak Gaia, keturunan 

Chaos. Para Titan melahirkan Dewa-Dewi Yunani, seperti Zeus putera Kronus, 

yang selanjutnya Zeus melempar para Titan dan akhirnya ia bersama para Dewa 

yang lain menjadi makhluk yang berkuasa dan mengatur kehidupan manusia.

Menurut mitologi Yunani, para Dewa tidak tinggal di surga, tetapi tinggal di 

gunung Olympus. Di sana mereka berkumpul dan dipimpin oleh Zeus, raja para 

Dewa. Sebelum kedatangan agama Kristiani, penduduk Yunani menyembah para 

Dewa. Mereka membuatkan kuil khusus untuk masing-masing Dewa. Dewa-Dewi yang 

dipuja tersebut, misalnya: Zeus, Hera, Ares, Poseidon, Aphrodite, Demeter, 

Apollo, Artemis, Hermes, Athena, Hefestus, Hades, Helios, dan lain-lain.

[sunting]
Mitologi Romawi

Mitologi Romawi hampir sama dengan mitologi Yunani, hanya saja nama dewanya 

menggunakan nama-nama Romawi. Zeus disebut Jupiter, Hera disebut Juno, Ares 

disebut Mars, Poseidon disebut Neptunus, Aphrodite disebut Venus, Demeter 

disebut Ceres, Apollo disebut Cupid, Artemis disebut Diana, Hermes disebut 

Merkurius, Athena disebut Minerva, Hefestus disebut Vulkan, Hades disebut 

Pluto, Helios disebut Sol, Saturnus, Uranus, Fortuna, dan lain-lain.

[sunting]
Mitologi Nordik

Dewa-Dewi Nordik hidup abadi dengan memakan buah apel dari Iðunn dan masih 

punya kesempatan hidup sampai Ragnarok tiba.

Dalam mitologi Nordik, para Dewa merupakan makhluk yang mahakuasa, seperti 

manusia namun hidup abadi. Mereka bersaudara, beristri dan memiliki anak. 

Para Dewa dibagi menjadi dua golongan, Æsir dan Vanir. Æsir adalah Dewa-Dewi 

langit, sedangkan Vanir adalah Dewa-Dewi bumi. Æsir tinggal di Asgard 

sedangkan Vanir tinggal di Vanaheimr.

Menurut mitologi Nordik, para Dewa tidak terkena penyakit dan tidak terkena 

dampak dari usia tua. Para Dewa hidup abadi meskipun dapat terbunuh dalam 

pertempuran. Para Dewa menjaga keabadiannya dengan memakan buah apel dari 

Iðunn, Dewi kesuburan dan kemudaan. Para Dewa mampu bertahan hidup sampai 

Ragnarok tiba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ekspresi merupakan estetika terindah setelah keindahan estetik TUHAN. karenanya ekspresikan setiap apayang kau lihat, dengar, ucap dan rasa agar kau merasakan kehadiran TUHAN