7/25/2009

unisda

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Unisda Lamongan








Management Aksi
23 Juli 2009 14:29
Term Of Reference ini dimaksudkan sebagai undangan PMIII Se-Pantura.

A.LATAR BELAKANG

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, bangsa yang selalu gandrung akan kejayaan dan keadilan. Bangsa yang sudah lama merindukan akan tatanan masyarakat yang demokratis ( sicil society and good governance ).

Namun sangat ironis sekali ketika kita melihat realita yang ada. Ngiris sekali ketika melihat kondisi bangsa yang carut marut dan dilanda krisis multidimensi berkepanjangan. Namun kita sebagai generasi bangsa yang berpredikat mahasiswa dengan jargonnya agen of change tidak dapat berbuat apa-apa untuk bangsa ini. Lantas Dimanakah mahasiswa ? Sebuah pertanyaan besar yang harus kita renungkan bersama.

101 tahun sudah bangsa ini bangkit. Namun apa sebenarnya makna dari kebangkitan itu. Karena selama ini kita masih menjadi bangsa inlander bangsa yang suka akan diperintah dan dikontrol bagsa lain. Pantaslah kiranya kalau dari waktu ke waktu bangsa ini sepi akan prestasi karena para penguasa kita sudah terkontaminasi oleh ambisi dan korupsi. Bangsa ini seakan-akan mati suri karena kita sebagai agen of change sudah mulai lesu dan terbelenggu oleh nafsu, budaya-budaya palsu, pemimpin palsu, guru palsu dan bahkan semua serba palsu. Pantaslah kiranya kalau bangsa ini disebut sebagai bangsa palsu.

Namun apapun itu, baik terkikisnya moral yang berimplikasi pada maraknya praktik korupsi maupun kegandrungan akan budaya palsu yang pada muaranya akan melemahkan kesadaran akan berbangsa dan disorientasi pendidikan kita harus tetap bangkit dan melawan dari ketidakberdayaan itu. Masih banyak harapan yang bisa kita ikhtiyari asal kita tetap optimis menatap masa depan kearah yang dicita-citakan para founding father bangsa dan seluruh lapisan masyarakat.

Intinya, PMII sebagai satuan komunitas mahasiswa harus mampu memposisikan diri sebagai perekat bagi semua komponen kebangsaan yang ada, tanpa pretensi dan tebang pilih antar satu kelompok dengan kelompok yang lain. Untuk itu upaya yang dilakukan PMII untuk merangkul semua kelompok masyarakat dalam mewujudkan tatanan Demokratis, terciptanya sivil society dan Good governance adalah membangunkan semangat mahasiswa dalam upaya menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya.

Untuk itu kami atas nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Unisda Cabang Lamongan bermaksud mengadakan pelatihan management aksi dalam rangka untuk membekali mahasiswa dalam menghadapi tantangan globalisasi dan menjalankan tugas dan tanggung jawab sosialnya di masyarakat.

B.TEMA KEGIATAN
Pelatihan ini mengangkat tema :
"Membangkitkan Ghirroh Gerakan dan Moral Mahasiswa menuju Indonesia Raya"

C.TUJUAN KEGIATAN
Secara umum tujuan kegiatan ini adalah :
-Membentuk karakter mahasiswa sebagai agen moral, agen of change, tanggung jawab social, dan aplikasinya terhadap masyarakat dan bernegara.
-Menumbuhkan pemikiran yang kritis dalam menyikapi masalah.
-Membentuk dan menumbuhkan moral luhur mahasiswa yang sudah terdegradasi globalisasi.
-Mewujudkan cita-cita Tri Darma Perguruan Tinggi
-Membuat inovasi dan formula-formula baru untuk mewujudkan Negara yang demokratis ( sivil society dan Good governance )

D.BENTUK KEGIATAN
Kegiatan ini berbentuk pelatihan yang di dalamnya berisi beberapa materi sebagai rangsangan dalam menganalisa suatu kebijakan, kemudian dilanjutkan dengan Turlap (Turun Lapangan). Advokasi dan diakhiri dengan simulasi aksi.

E.LANDASAN
Landasan operasional kegiatan ini berlandaskan atas ketentuan-ketentuan pokok organisasi, yaitu:
-Islam Ahlusunnah Wal Jama’ah
-AD/ART Organisasi PMII
-Nilai-nilai Dasar Pergerakan (NDP)
-Produk-produk dan Dokumen Histori Organisasi

F.WAKTU DAN TEMPAT KEGIATAN
Kegiatan ini akan dilaksanakan pada :
-Hari : Rabu – Jum’at
-Tanggal : 29 – 31 Juli 2009
-Waktu : 08.00 - Selesai
-Tempat : Ponpes. Maulana Hidayatullah Rahmatullah, Tuban

G.PESERTA
Peserta kegiatan ini berjumlah 200 orang yang terdiri atas :
1.Pengurus Rayon PMII (FKIP, Ekonomi, Justice, dan FAI ) Unisda Lamongan
2.Delegasi dari Pengurus Komisariat dan Rayon PMII Se-Pantura
3.Undangan-undangan

H.SUSUNAN PANITIA
(Lampiran 1)

I.MANUAL ACARA
(Lampiran 2)

J.PENUTUP
Demikian proposal ini dibuat dengan sebenar-benarnya sebagai deskripsi alur kegiatan. Harapan kami kegiatan ini dapat berjalan dengan sukses sebagaimana target yang diharapkan. Semoga ketulusan serta partisipasi semua pihak dapat menjadikan kontribusi yang positif untuk jalannya kegiatan ini sebagai bentuk dan tanggung jawab sosial demi masa depan bangsa.


Lampiran 1

SUSUNAN PANITIA
PELATIHAN MANAGEMENT AKSI
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA (PMII)
KOMISARIAT UNISDA LAMONGAN

Majelis Pembina Komisariat
1.Drs. Miftakhul Huda, SH.MM.Msi
2.Khoirul Mukhdlor, SH
3.R. Puguh Raharjo, SE
4.Alex Rufaidi, SH
5.Saiful Aris, S. Pd

Penanggung Jawab
Pengurus Komisariat Pergerakan Mahaaiawa Islam Indonesia (PK.PMII) Unisda Lamongan.
Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC.PMII) Lamongan.

Sterring Commite
1.Nuharto
2.Ishaq Fathoni R
3.Atik Wahyuni
4.Agus Surya Wedy
5.Kholis Fahmi
6.Wakhid Z

Organizing Commite
Ketua : Lukman Aris Hariyanto
Sekretaris : Anis Fitriya
Bendahara : Puji Haryani

Devisi – devisi
Kesekertariatan
 Desi
 Isnawanti

Perlengkapan
 Aris sanjaya
 Ovi

Pubdekdok
 M Taufik
 Amir

Keamanan
 Salam
 Yoyok

Humas
 A. Kholiq
 Fathur Rohim
 Indah

Konsumsi
 Eka sandi
 Affan Zakaria

Penggalian Dana
 Zanu m
 Yani Dwi P
 A. Suhamdi

Acara
 Hudya ulfa
 Iin ernawati
 Ali Fuat
 Eka

Lampiran 2

MANUAL ACARA
PELATIHAN MANAGEMENT AKSI
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA (PMII)
KOMISARIAT UNISDA LAMONGAN

Keterangan : Semua pemateri Alumni PMII UIN Yogyakarta

101 Th Kebangkitan Nasional
27 Mei 2009 16:11
Tepat 101 Hari kebangkitan Nasional, PK.PMII Unisda Lamongan memperingatinya dengan Refleksi 101 tahun hari kebngkitan Nasional dihalaman Kampus Unisda, disebelah barat kampus yang tepatnya didepan Kantor BEM UNISDA yang letaknya didekat sawah dan tambak, yang nuansa sepinya membawak pribadi yang tenang dengan bercahaya lampu sentir disekelililng kita. tanggal 23 Mei 2009 itu dihadiri oleh kurang lebih 100 peserta diskusi dari seluruh pengurus komisariat PMII se Kab-Lamongan. sampai tengah malam agenda ini ditutup dilanjutkan Konsolidasi antar Komisariat se Cabang lamongan dan konsolidasi kader putri se lamongan. dan diskusi rayon FKIP PMII Unisda, karena dia selesai mengadakan rapat Tim Formatur pada waktu siangnya.

101 Hari kebangkitan Nasional

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, bangsa yang selalu gandrung akan kejayaan dan keadilan. Bangsa yang sudah lama merindukan akan tatanan masyarakat yang demokratis ( sicil society and good governance ).

Namun sangat ironis sekali ketika kita melihat realita yang ada. Ngiris sekali ketika melihat kondisi bangsa yang carut marut dan dilanda krisis multidimensi berkepanjangan. Namun kita sebagai generasi bangsa yang berpredikat mahasiswa dengan jargonnya agen of change tidak dapat berbuat apa-apa untuk bangsa ini. Lantas Dimanakah mahasiswa ? Sebuah pertanyaan besar yang harus kita renungkan bersama.

101 tahun sudah bangsa ini bangkit. Namun apa sebenarnya makna dari kebangkitan itu. Karena selama ini kita masih menjadi bangsa inlander bangsa yang suka akan diperintah dan dikontrol bagsa lain. Pantaslah kiranya kalau dari waktu ke waktu bangsa ini sepi akan prestasi karena para penguasa kita sudah terkontaminasi oleh ambisi dan korupsi. Bangsa ini seakan-akan mati suri karena kita sebagai agen of change sudah mulai lesu dan terbelenggu oleh nafsu, budaya-budaya palsu, pemimpin palsu, guru palsu dan bahkan semua serba palsu. Pantaslah kiranya kalau bangsa ini disebut sebagai bangsa palsu.

Namun apapun itu, baik terkikisnya moral yang berimplikasi pada maraknya praktik korupsi maupun kegandrungan akan budaya palsu yang pada muaranya akan melemahkan kesadaran akan berbangsa dan disorientasi pendidikan kita harus tetap bangkit dan melawan dari ketidakberdayaan itu. Masih banyak harapan yang bisa kita ikhtiyari asal kita tetap optimis menatap masa depan kearah yang dicita-citakan para founding father bangsa dan seluruh lapisan masyarakat.

Intinya, PMII sebagai satuan komunitas mahasiswa harus mampu memposisikan diri sebagai perekat bagi semua komponen kebangsaan yang ada, tanpa pretensi dan tebang pilih antar satu kelompok dengan kelompok yang lain. Untuk itu upaya yang dilakukan PMII untuk merangkul semua kelompok masyarakat dalam mewujudkan tatanan Demokratis, terciptanya sivil society dan Good governance adalah membangunkan semangat mahasiswa dalam upaya menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya.
LANDASAN FILOSOFI
23 April 2009 17:01
LANDASAN FILOSOFI
Paradigma merupakan sesuatu yang vital bagi pergerakan organisasi. Karena paradigma merupakan titik pijak dalam membangun konstruksi pemikiran dan cara memandang sebuah persoalan yang akan termanifestasikan dalam sikap dan prilaku social. Disamping itu, dengan paradigma ini pula sebuah organisasi akan menentukan dan memilih nilai-nilai yang universal,abstrak menjadi khusus dan praksis operasional yang akhirnya menjadi karakteristik sebuah organisasi dan gaya berpikir seseorang.
Proses pengkaderan baik formal maupun non formal memiliki kontribusi penting dalam melegitimasi dan melanggengkan system dan struktur social yang ada. Namun, pengkaderan juga merupakan medan perjuangan dan bagian dari proses untuk menggerakkan perubahan social menuju kontruksi social yang adil. Apakah pengkaderan akan mengabdi pada tatanan yang menindas ataukah justru menjadi medan perjuangan, sangat bergantung pada paradigma pengkaderan yang menjadi kerangka kerjanya. Karena itu dibutuhkan pemahaman mengenai berbagai paradigma baik yang melegimitasi system maupun yang memiliki fungsi liberisasi, serta implikasinya dalam praksis pengkaderan
Giroux dan Aronowiz sebagaimana dikutip oleh Mansur Fakih (2001) mengelompokkan ideologi-ideologi pengkaderan ke dalam tiga aliran besar: konservatif, liberal, dan kritis. Secara garis besar perbincangan tentang tiga aliran adalah sebagai berikut :
1. Paradigma Konservatif
Bagi kaum konservatif, terjadinya ketidaksederajatan dalam masyarakat merupakan suatu hal yang alamiah, suatu hal yang mustahil, bisa dihindari, serta sudah merupakan ketentuan sejarah atau bahkan takdir tuhan. Perubahan social bagi mereka bukanlah sesuatu yang harus diperjuangkan, bahkan perubahan justru akan membuat manusia lebih sengsara lagi. Dalam bentuknya yang klasik, paradigma konservatif dibangun berdasarkan keyakinan bahwa masyarakat tidak bisa merencanakan perubahan atau mempengaruhi perubahan social, hanya Tuhanlah yang merencanakan keadaan masyarakat dan hanya dia yang tahu makna dibalik itu semua. Dengan pandangan seperti itu, kaum konservatif klasik tidak menganggap rakyat memiliki kekuasaan atau kekuasaan untuk merubah kondisi mereka.
Namun dalam perkembangannya, paradigma konservatif cenderung menyalahkan subyek. Bagi kaum konservatif, mereka yang menderita, yakni orang-orang yang miskin, buta huruf, kaum tertindas, dan mereka yang dipenjara, menjadi demikian karena salah mereka sendiri. Karena, dalam kenyataannya, banyak orang lain bekerja keras dan berhasil meraih sesuatu. Banyak orang yang bersekolah dan belajar atau kursus, dan karenanya dapat hidup dengan layak, dan tidak menjadi kriminal.
Karena kenyataan tersebut, kaum konservatif menyerukan kepada kaum miskin agar sabar dan belajar untuk berperilaku baik, sambil menunggu giliran mereka dating, karena pada akhirnya kelak semua orang akan mencapai kebebasan dan kebahagiaan. Kaum konservatif sangat melihat pentingnya harmoni dalam masyarakat dan menghindarkan dari konflik dan kontradiksi social.
2. Paradigma Liberal
Kaum liberal berangkat dari keyakinan bahwa memang ada masalah di masyarakat. Namun bagi mereka, pengkaderan tidak memiliki kaitan apapun dengan persoalan social, politik dan ekonomi yang terjadi di masyarakat. Dengan asumsi seperti itu, maka tugas pengkaderan pun tidak memiliki keterkaitan dengan persoalan sosial masyarakat.
Namun demikian, kaum liberal selalu berusaha untuk menyesuaikan pengkaderan dengan keadaan sosial, politik dan ekonomi di luar dunia pengkaderan. Usaha penyesuaian ini dilakukan dengan cara memecah berbagai problem pengkaderan dengan usaha reformasi kosmetik, karikatural. Karena kosmetik, maka umumnya yang dilakukan adalah usaha-usaha seperti pentingnya membangun kelas baru dan fasilitas baru, modernisasi peralatan sekolah dengan pengadaan komputer yang lebih canggih, laboratorium, serta berbagai usaha untuk menyehatkan rasio guru-murid. Selain itu juga didorong inventasi untuk meningkatkan metodologi pengajaran dan pelatihan yang lebih efisien dan partisipatif seperti kelonpok dinamik (dynamic group), Berbagai usaha itu pada dasarnya masih terisolir dari sitem dan struktur ketidakadilan social, dari dominasi budaya dan represi social yang ada dalam masyarakat.
Kaum liberal dan konservatif sama-sama berpendirian bahwa pengkaderan asosial dan excellence merupakan target utama pengkaderan. Kaum liberal berpendapat bahwa persoalan pengkaderan dan persoalan sosial merupakan dua persoalan yang berbeda. Mereka tidak melihat kaitan pengkaderan dalam struktur sosial dan dominasi politik serta budaya dan deskriminasi gender dalam masyarakat. Bahkan pengkaderan, bagi salah satu aliran liberal, yakni fungsional structural personian, justru dirancang untuk menstabilkan norma dan nilai dlam masyarakat. Pengkaderan justru dimaksudkan sebagai media sosialisasi dan reproduksi nilai tata susila keykinan dan nilai dasar agar masyarakat luas berfungsi secara baik.
Pendekatan liberal inilah yang kini mendominasi hampir seluruh pemikiran pengkaderan modern baik formal maupun informal. Jika dilacak dalam sejarah pemikiran, akar filosofi dari aliran ini adalah liberalisme. Yaitu suatu pandangan yang menekankan pengemnbangan kemampuan, melindungi hak dan kebebasan, serta mengindefikasi problem dan upaya perubahan sosial secara inskrimental demi menjaga stabilitas jangka panjang. Konsep pengkaderan liberal berakar dari cita-cita barat tentang individualisme. Gagasan liberalisme dalam sejarahnya berkait erat dengan bangkitnya kelas menengah yang diuntungkan oleh kapitalisme. Pengaruh liberalisme dalam pengkaderan dapat dianalisa dengan melihat komponen-komponennya. Komponen pertama adalah pengauh filsafat barat tentang model manusia universal, yakni model manusia Amerika dan Eropa. Ideal-type dari manusia tersebut adalah rationalis liberal, yang ditandai oleh : Pertama, bahwa semua manusia memiliki potensi sama dalam intelektual, kedua baik tataran alam maupun norma social dapat ditangkap oleh akal . ketiga, individualisti, yakni anggapan bahwa manusia adalah atomistic dan otonom (Bay, 1988). Menempatkan individu secara atomistic, membawa pada keyakinan bahwa hubungan social sebagai suatu kebetulan, dan masyarakat dianggap tidak stabil karena interest anggotanya tidak stabil.
3. Paradigma kritis/Radikal
Pengkaderan dalam paradigma kritis dimaknai sebagai bagian dari medan perjuangan. Bila bagi kaum konservatif, pengkaderan mengabdi pada statusquo, kaum liberal untuk perubahan moderat, maka bagi paradigma kritis dirancang perubahan moderat, maka bagi paradigma kritis dirancang untuk melakukan perubahan fundamental dan transformasional bagi konstruksi social masyarakat. Bagi mereka,konstruksi social merefleksikan dalam dunia pengkaderan. Ini yang membedakan dengan liberal dan konservatif.
Dalam perspektif kritis, urusan pengkaderan adalah melakukan refleksi kritis, terhadap the dominant ideology, menuju transformasi social. Tugas pengkaderan adalah membangun kesadaran kritis dan menciptakan ruang kritis terhadap struktur dan system ketidakadilan, mentransformasikan konstruksi social menuju tatanan berkeadilan. Pengkaderan tidak mungkin bersikap netral, tidak berpihak, obyektif maupun berjarak dengan masyarakat. Dalam paradigma ini, pengkaderan harus mampu menciptakan ruang untuk mengidentifikasi dan menganalisis secara bebas dan kritis untuk transformasi social. Dengan kata lain, tugas utama pengkaderan adalah “memanusiakan kembali manusia yang mengalami dehumanisasi karena system dan struktur yang tidak adil.
PILIHAN PARADIGMA VERSI PMII
Disamping terdapat banyak penegrtian mengenai paradigma, dalam ilmu social ada beberapa macam jenis paradigma. Melihat realitas dimasyarakat dan sesuai dengan tuntutan keadaan masyarakat PMII baik secara sosiologis, politis dan Antropologis. Maka PMII memilih Paradigma Kritis Transformatif sebagai wijakan oraganisasi pergerakan.
EKSISTENSI PKT PMII
Definisi Paradigma
Dalam khazanah ilmu social, ada beberapa pengertian paradigma yang dibangun oleh para pemikir sosiologi. Salah satu diantaranya adalah G. Ritzer yang memberi pengertian paradigma sebagai pandangan fundamental tantang apa yang menjadi pokok persoalan dalam ilmu. Paradigma membantu apa yang harus dipelajari, pertanyaan yang harus dijawab, bagaimana semestinya pertanyaan-pertanyaan itu diajukan dan aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menafsirkan jawaban yang diperoleh. Paradigma merupakan kesatuan consensus yang terluas dalam suatu bidang ilmu dan membedakan antara kelompok ilmuwan. Menggolongkan, mendefinisikan dan yang menghubungkan antara eksemplar, teori, metode serta instrumen yang terdapat didalamnya. Mengingat banyaknya definisi yang dibentuk oleh para sosiologi, maka perlu ada pemilihan atau perumusan yang tegas mengenai definisi paradigma yang hendak diambil oleh PMII, hal ini perlu dilakukan untuk memberi batasan yang jelas mengenai paradigma dalam pengertian komunitas PMII agar tidak terjadi perbedaan persepsi dalam memaknai paradigma.
Substansi PKT PMII
Dari penelusuran yang cermat atas paradigma kritis, terlihat bahwa paradigma kritis sepenuhnya merupakan proses pemikiran manusia. Dengan demikian ia adalah secular. Kenyataan ini yang membuat PMII dilematis, karena akan mendapat tuduhan secular jika pola pikir tersebut diberlakukan. Untuk menghindari tudingan tersebut, maka diperlukan adanya reformulasi penerapan paradigma kritis dalam tubuh warga pergerakan. Dalam hal ini, paradigma kritis transformatif diberlakukan hanya sebatas sebagai kerangka bepikir dan metode analisis dalam memandang persoalan. Dengan sendirinya ia harus diletakkan pada posisi tidak diluar dari ketentuan agama, sebaliknya justru ingin mengembalikan dan menfungsikan ajaran agama yang sesungguhnya sebagaimana mestinya. Dalam hal ini penerapan paradigma kritis transformatif bukan menyentuh pada hal-hal yang sifatnya sacral, tetapi pada persoalan yang profan. Lewat paradigma kritis di PMII berupaya menegakkan sikap kritis dalam berkehidupan dengan menjadikan ajaran agama sebagai inspirasi yang hidup dan dinamis.
Sebagaimana dijelaskan diatas, pertama paradigma kritis berupaya menegakkan harkat dan martabat kemanusiaan dari berbagai belenggu yang diakibatkan oleh proses social yang bersifat profan, kedua paradigma kritis melawan segala bentuk dominasi dan penindasan. Ketiga paradigma kritis membuka tabir dan selubung pengetahuan yang munafik dan hegemonic. Semua ini adalah semangat yang dikandung oleh islam. Oleh karenanya, pokok-pokok pikiran inilah yang dapat diterima sebagai titik pijak paradigma kritis transformatif dikalangan warga PMII.
Dasar PKT
Ada beberapa alas an yang menyebabkan PMII harus memilih paradigma kritis sebagai dasar untuk bertindak dan mengimpletasikan pemikiran serta penyusunan cara pandang dalam melakukan analisa. Pertama masyarakat Indonesia saat ini sedang terbelenggu oleh nilai-nilai kapitalisme modern. Kedua masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, baik etnik, tradisi, kultur maupun keprcayaan. Kondisi ini sangat memerlukan paradigma kritis. Ketiga budaya pemerintahan orde baru yang menggunakan paradigma keteraturan dengan teori-teori modern yang di presentasikan melalui ideology developmentalisme pada bagian tertentu. Keempat selain terbelenggu social politik yang masih melekat hingga hari ini meskipun tidak separah era orde baru dampaknya secara tidak sadar telah terjadi berbagai pemahaman yang distortif mengenai ajaran dan fungsi agama.
Peranan PKT
Menurut Hasan Hanafi Penerapan paradigma kritis ini terlihat jelas dalam konstruksi pemikirannya terhadap agama. Dia menyatakan untuk memperbarui masyarakat islam yang mengalami ketertinggalan dalam segala hal, pertama-tama diperlukan analisis social. Menurutnya selama ini mengandalkan otoritas teks kedalam kenyataan. Dia menemukan kelemahan mendasar dalam metodologi ini. Pada titik ini dia memberikan kritik tajam terhadap metode tradisional teks yang telah mengalami ideologis.
Dari pemahaman gerakan paradigma kritis tersebut sebenarnya berupaya membebaskan manusia dengan semangat dan ajaran agama yang lebih fungsional. Dengan kata lain, kalau paradigma kritis barat berdasarkan pada semangat revolusioner sekuler dan dorongan kepentingan sebagai dasar pijakan, maka dalam paradigma kritis PMII justru menjadikan nilai-nilai agama yang terfokus pada dogmatisme itu sebagai pijakan untuk membangkitkan sikap kritis melawan belenggu yang kadang-kadang disebabkan oleh pemahaman yang distortif.
Jelas ini terlihat ada perbedaan yang mendasar penerapan paradigma kritis antara barat dengan islam (yang diterapkan PMII). Namun demikian harus diakui adanya persamaan antara keduanya yaitu dalam metode analisa, bangunan teoritik dan semangat pembebasan yang terkandung didalamnya. Jika paradigma kritis ini bisa diterapkan dikalangan warga pergerakan, maka kehidupan keagamaan akan berjalan dinamis, berjalannya proses pembentukan kultur demokratis dan penguatan civil society akan segera dapat terwujud. Dan kenyataan ini terwujud manakala masing-masing anggota PMII memahami secara mendalam pengertian, kerangka paradigmatic dan konsep teoritis dari paradigma kritis yang dibangun oleh PMII.
KESIMPULAN
Paradigma Kritis Transformatif PMII merupakan pandangan fundamentalis tentang apa yang menjadi pokok persoalan dalam pergerakan, format pengkaderan yang dikemas dalam rumusan materi PKT untuk membangun kesadaran kritis individualis menuju kesadaran kritis social dan menciptakan ruang kritis pada pembacaan struktur dan system ketidakadilan yang mempreser tranformasi kontruksi social menuju tatanan keadilan. Dalam PKT ini sebagai kader pergerakan harus mampu mengindentifikasi dan menganalisa secara bebas dan kritis dalam transformasi social, tanpa mengesampingkan platform profan”Religius Nasionalis” dengan dalih untuk mensukseskan cita-cita yang mulia dan utama dalam bingkai “Memanusiakan Kembali Manusia Yang Mengalami Dehumanisasi Karena System Dan Struktur Yang Tidak Adil”.

Pergerakan Mahasiswa islam Indonesia
Dari namanya PMII disusun dari empat kata yaitu “Pergerakan”, “Mahasiswa”, “Islam”, dan “Indonesia”. Makna “Pergerakan” yang dikandung dalam PMII adalah dinamika dari hamba (makhluk) yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya memberikan kontribusi positif pada alam sekitarnya. “Pergerakan” dalam hubungannya dengan organisasi mahasiswa menuntut upaya sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada di dalam kualitas kekhalifahannya.

Pengertian “Mahasiswa” adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri. Identitas diri mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, insan dimnamis, insan sosial, dan insan mandiri. Dari identitas mahasiswa tersebut terpantul tanggung jawab keagamaan, intelektual, sosial kemasyarakatan, dan tanggung jawab individual baik sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga bangsa dan negara.

“Islam” yang terkandung dalam PMII adalah Islam sebagai agama yang dipahami dengan haluan/paradigma ahlussunah wal jama’ah yaitu konsep pendekatan terhadap ajaran agama Islam secara proporsional antara iman, islam, dan ikhsan yang di dalam pola pikir, pola sikap, dan pola perilakunya tercermin sikap-sikap selektif, akomodatif, dan integratif. Islam terbuka, progresif, dan transformatif demikian platform PMII, yaitu Islam yang terbuka, menerima dan menghargai segala bentuk perbedaan. Keberbedaan adalah sebuah rahmat, karena dengan perbedaan itulah kita dapat saling berdialog antara satu dengan yang lainnya demi mewujudkan tatanan yang demokratis dan beradab (civilized).

Sedangkan pengertian “Indonesia” adalah masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang mempunyai falsafah dan ideologi bangsa (Pancasila) serta UUD 45.


Sejarah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia lahir dari organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama’ (NU). Pada tanggal 17 April 1960. ide lahirnya PMII lahir dari hasrat yang kuat dari kalangan mahasiswa NU untuk membentuk sebuah organisasi yang menjadi tempat berkumpul dan beraktifitas bagi mereka. Akan tetapi karena pada waktu itu sudah berdiri Ikatan Pemuda Nahdlatul Ulama (IPNU), sementara anggota dan pengurusnya banyak yang dari mahasiswa maka para mahasiswa NU banyak yang bergabung dengan IPNU. Sebenarnya keinginan untuk membentuk sebuah organisasi sudah ada sejak Muktamar II IPNU tahun 1959 di Pekalongan Jawa Tengah, akan tetapi belum mendapat respon yang serius, karena IPNU sendiri pada waktu itu masih memerlukan pembenahan, dalam proses IPNU yang masih dalam proses establish dikhawatirkan tidak ada yang mengurusi. Karena IPNU dianggap tidak mampu menampung aspirasi mahasiswa NU pada waktu itu. Pertama, kondisi objektif antara keinginan dan harapan mahasiswa serta dinamika yang terjadi berbeda dengan keinginan para pelajar. Kedua, dengan hanya membentuk departemen dalam IPNU mahasiswa NU tidak bisa masuk PPMI Persatuan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia, karena PPMI hanya menampung ormas mahasiswa.
Puncak dari perhelatan dibentuk tidaknya organisasi mahasiswa NU adalah ketika IPNU menyelenggarakan konferensi besar pada tanggal 14-17 Maret 1960 diKaliurang Yogyakarta. Diawali oleh Isma’il Makky selaku ketua departemen Perguruan Tinggi (IPNU) dan M. Hartono, BA (mantan Wakil Pimpinan usaha Harian Pelita Jakarta), akhirnya forum konferensi membuat keputusan tentang perlunya didirikan organisasi mahasiswa NU. Lalu dibentuklah panitia sponsor pendiri yang beranggotakan 14 orang, yang dilanjutkan dengan musyawarah mahasiswa NU yang diselenggarakan di Surabaya, yang sebelumnya PBNU sudah merestui. Dan pada tanggal 17 April 1960 secara sah PMII dinyatakan berdiri dan H. Mahbub Djunaidi dinyatakan sebagai ketua terpilih.
1. Unsur pemikiran yang ditonjolkan pada organisasi yang akan berdiri pada waktu itu adalah:
2. Mewujudkan adanya kedinamisan sebagai organisasi mahasiswa, khususnya karena pada waktu itu situasi nasional sedang diliputi oleh semangat revolusi.
3. Menampakkan identitas ke-Islaman sekaligus sebagai konsepsi lanjutan dari NU yang berhaluan ahlu sunnah wal jamaah juga berdasarkan perjuangan para wali di pulau jawa yang telah sukses dengan dakwahnya. Mereka sangat toleran atas tradisi dan budaya setempat. Sehingga dengan demikian ajaran-ajarannya bersifat akomodatif.
4. Memanifestasikan nasionalisme sebagai semangat kebangsaan, karenanya nama Indonesia harus tercantum.
Independensi dan pencarian jati diri
Jatuhnya orde lama dan naiknya Soeharto sebagai rezim orde baru membawa kepada perubahan politik dan pemerintahan yang cukup signifikan setelah Soekarno sebelumnya membubarkan Masyumi, orde baru juga berobsesi untuk mengurangi partai politik yang berbau ideologi dengan mendirikan partai untuk menopang keuasaannya sendiri. Kebijakan pemerintahan orde baru diatas telah menempatkan pemerintahan sebagai wilayah kauasaan yang tidak bisa dijamah dan dikritisi oleh masyarakat.
Fenomena diatas menuntut PMII mampu melakukan pembacaan secara jeli tentang dirinya ditengah upaya pemerintah untuk melakukan upaya-upaya pengkerdilan terhadap setiap komponen masyarakat-bangsa termasuk partai politik selain golkar. Dari hasil pembacaan itu bahwa apabila PMII tetap bernaung dibawah NU yang masih berada pada wilayah politik praktis, maka PMII akan mengalami kesulitan untuk berkembang sebagai ormas mahasiswa. Atas dasar pertimbangan inilah pada MUBES V tanggal 14 Juli 1972 di Munarjati Malang, PMII memutuskan untuk menjadi organisasi yang independen yang tertuang dalam deklarasi Munarjati. Dengan ini PMII sebagai tidak terikat pada sikap dan tindakan siapapun dan hanya komitmen dengan perjuangan organisasi serta cita-cita perjuangan nasional yang berlandaskan pancasila.
Pada periode 1980-an PMII yang mulai serius masuk dan melakukan pembinaan di perguruan tinggi menemukan kesadaran baru dalam menentukan pilihan dan corak gerakannya. Bersamaan dengan Khittah 1926 NU pada tahun 1984 dan diterimanya pancasila sebagai asas tunggal, PMII telah membuat pilihan-pilihan peran yang cukup strategis. Dikatakan strategis karena menentukan pilihan pada tiga hal yang penting, yaitu:
1. PMII memberikan prioritas pada upaya pengembangan intelektualitas.
2. PMII menghindari keterlibatannya dengan politik praktis, baik secara langsung atau tidak, dan bergerak pada wilayah pemberdayaan Civil Society.
3. Memilih mengembangkan paradigma kritisisme terhadap negara. Pilihan-pilihan tersebut membuat PMII selalu berjarak dengan struktur-struktur kekuasaan politik maupun pemerintahan.
Basic Ekonomi Organisasi
23 April 2009 17:00
Membangun Basic Ekonomi Organisasi Kader

BAB I
HANTARAN DISKUSI
Dalam sebuah organisasi, kekuatan ekonomi merupakan salah satu tiang penyangga sebuah eksistensi organisasi. Berjalan tidaknya organisasi sedikit banyak akan sangat dipengaruhi oleh kuat atau lemahnya dana operasional dalam menjalankan aktivitas organisasi. Berjalan lancar atau tersendatnya suatu kegiatan dalam berorganisasi juga tergantung pada sedikit atau banyaknya dana yang bisa mensupport dalam kegiatan tersebut, walaupun ada sedikit keyakinan dari para aktivis organisasi bahwa tidak ada dana atau kurangnya dana operasional bukan merupakan faktor penghambat yang utama dalam “membumikan ide-ide langit” agar menjadi sebuah realitas.

Pertanyaan mendasar dalam permasalahan ini adalah “How to development economic for organization?” (sory kalau keliru, lagi belajar bahasa Inggris) atau dengan bahasa planet yang lain adalah bagaimana kita dapat membangun ekonomi untuk penguatan sebuah organisasi. Pertanyaan yang paling dasar seringkali kita pikirkan dan kita keluhkan, bahkan bisa membingungkan para “pemikir” organisasi. Apakah nanti tidak bersinggungan atau vis a vis dengan garis ideologi organisasi? Apakah tidak bertentangan dengan idealitas mahasiswa? Jangan-jangan nanti malah menjadi organisasi profit oriented atau menjadi “organisasi kapitalis”? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan atau “jangan-jangan” yang lain yang menjadi “pertimbangan” untuk memulai membangun ekonomi organisasi.

Sebenarnya pertanyaan-pertanyaan yang berbau “was-was” di atas juga bukan merupakan pertanyaan yang buruk, atau bahkan jelek karena hal tersebut didasari atas sebuah harapan bahwa organisasi pergerakan (baca: PMII) tidak tercerabut dari akar gerakannya yang bergerak pada basis pengkaderan dengan mengedepankan idealitas mahasiswa yang tidak bersifat pragmatis dalam menyikapi realitas “sandiwara” kehidupan ini. Di samping itu, banyaknya organisasi yang mendapatkan “harta karun” secara mendadak ternyata dapat menghilangkan idealitas yang diusung secara mendadak pula, atau ada juga yang masuk pada wilayah “penguasa” yang “basah” juga ternyata tidak bisa membawa idealitasnya yang seharusnya menjadi paltform gerakannya juga menjadi pelajaran tersendiri bagi perjalanan PMII untuk selalu menimbang dan menimbang kebijakan yang diambil agar tidak keluar dari akar gerakannya. Namun harapan penulis bahwa pertimbangan ini tidak menjadi traumatik organisasi atau sebuah penghambat untuk selalu inovatif dalam mengembangkan dan mengepakkan sayap gerakannya pada jalur yang benar.
Untuk memulai perjalanan ini memang tidak mudah karena harus memadukan, meramu dan memodifikasi antara sebuah idealitas gerakan dengan bangunan ekonomi yang cenderung mengarah pada “organisasi kapitalis”. Atau apabila memakai bahasa pertanyaan adalah “Bagaimana caranya agar bangunan ekonomi organisasi kuat namun idealitas gerakan organisasi tetap orisinil bahkan makin mengkilap?”
Untuk membuka dan menguak permasalahan ini perlu proses penelaahan dan kajian ulang terhadap historis perjalanan organisasi yang berkaitan dengan usaha yang telah dilakukan dalam membangun ekonomi organisasi dan mencari beberapa alternatif yang dapat menjawab permasalahan tersebut.

BAB II
MAMBANGUN PERSEPSI
PEMBANGUNAN EKONOMI ORGANISASI
Sebelum membincangkan solusi atau mencari format bangunan ekonomi organisasi, perlu dibangun dahulu persepsi awal tentang pembangunan ekonomi organisasi itu sendiri. Kata “pembangunan” yang dipakai di sini bukan berarti orang “orde baru” yang terkenal dengan konsep pembangunanisme (developmentalisme) yang mengarah pada kapitalisme global, bukan pula orang kolot atau kuno yang senang membicarakan kata pembangunan, namun lebih mengarah pada pencarian istilah yang pas untuk sebuah usaha awal dalam membuat sesuatu yang baru (baca: merintis) di dalam usaha penguatan ekonomi bagi sebuah organisasi.
Sedangkan ekonomi organisasi adalah menciptakan sebuah peluang usaha yang bisa menghasilkan income organisasi (baca: menambah kas) yang berasal dari pemanfaatan segala sumber potensi luar organisasi maupun berasal dari sebuah swadaya organisasi atau hasil daya cipta kreasi inovatif dari pimpinan/anggota organisasi.
Bangunan ekonomi organisasi secara ideal adalah ekonomi yang dapat menopang segala aktivitas organisasi dengan tetap mempertahankan, memperjelas dan tidak menghilangkan sebuah karakter organisasi.
Agar tidak kehilangan “roh organisasi” tentunya para pengambil kebijakan atau pencetus ekonomi organisasi harus mengetahui jati diri dan karakter organisasi itu sendiri (who am I). Untuk mengetahui “who am I” organisasi bisa diketahui dari analisa diri, evaluasi perjalanan historis organisasi, atau dengan menggunakan metode kontemplasi ala teater el-Izzah. Setelah jati diri organisasi dapat diketahui, maka karakter yang dibangun dalam organisasi dengan sendirinya akan nampak. Baru kemudian bisa menentukan “who I need?” dan “what can I do?” Lalu, format bangunan ekonomi yang bagaimana yang bisa ditawarkan dan cocok bagi PMII Pasuruan?. Sodoran format ekonomi bagi PMII Pasuruan sebenarnya tidak bisa diketik atau hanya diskusi semalam suntuk yang khusus meramu dalam masalah ini tanpa didasari “jati diri”, tetapi lebih didasarkan pada hasil proses yang panjang dari sebuah refleksi perjalanan PMII Pasuruan selama ini dan membaca tingkat kebutuhan PMII di masa yang akan datang. Apabila uraian di atas “diramu” dalam bentuk skema, maka dapat dilihat sebagai berikut:
ALUR
PEMBANGUNAN EKONOMI ORGANISASI
Jati diri organisasi (Who am I?)
Sejarah perjalanan organisasi
Membaca kekuatan dan potensi yang dimiliki
Membaca kelemahan organisasi
Tujuan dan landasan idiil organisasi
Kebutuhan organisasi (What I need?)
Mandiri
Pengkaderan optimal
Optimalisasi potensi ekonomi organisasi
Intra organisasi
Ekstra organisasi
Kader, pengurus & sarpras
Alumni, pemerhati organisasi, pemerintah, OKP/LSM, masyarakat, dan “pasar”
Kebijakan/langkah organisasi (What can I do?)
(pilihan kebijakan organisasi untuk mandiri dengan tetap mempunyai karakter)
Iuran anggota
Pengkaderan berpotensi ekonomi berbasis pengkaderan
(ketrampilan, kursus, pelatihan, dsb)
Ekonomi berbasis pengkaderan (Badan usaha/membuka toko, PKL, menjual majalah/buku, rental)
Optimali-sasi donatur dan alumni

BAB III
MEMBACA
REALITAS BASIC EKONOMI PMII
Ada yang menarik ketika membicarakan tentang organisasi PMII, yakni sudah terbangunnya persepsi (sebagian dari para pengurus) bahwa PMII merupakan salah satu organisasi pengkaderan untuk membentuk para aktivisnya menjadi “pengemis intelektual” yang pekerjaannya menawarkan sebuah program kerja dalam bentuk proposal untuk mencari para donatur. Terlepas dari salah atau benar tentang persepsi tersebut, namun lontaran pernyataan sering di dengar ketika sedang berkumpul sesama aktivis PMII dalam sebuah pertemuan non formal (informal meeting, media cangkru’an kopi, dan sebagainya) ketika membicarakan tentang basis ekonomi di masing-masing daerah (baca: cabang).
Tersendat atau tidak adanya dana operasional organisasi bukan menjadi sebuah hal yang luar biasa, bahkan ketika pengurus organisasi tiba-tiba menjadi seorang borju, persepsi negative thinking terkadang bisa muncul juga. Pernyataan “jangan-jangan” (yang berbau suudzon) merupakan topik pembicaraan yang menarik untuk diungkapkan.
Sekilas (ketika tanpa ada refleksi yang dalam) gejala tersebut seakan-akan hal yang wajar. “Dalam organisasi ya harus berani soro” begitu kira-kira ungkapan yang cocok untuk mendeskripsikan fenomena ini. Namun apabila hal ini dibiarkan berlarut-larut bukannya tidak mungkin fenomena ini akan menjadi sebuah penghambat dan traumatik tersendiri bagi kader awam tanpa ada proses positive balancing untuk menjelaskan fenomena atau makna yang sebenarnya, atau tersendatnya program kerja organisasi karena tidak adanya financial support yang berimplikasi pada terganggunya proses pengkaderan dalam organisasi, atau hal yang lebih buruk lagi adalah hilangnya daya tawar atau bergaining organisasi dengan lembaga-lembaga yang berduit, atau bahkan yang paling buruk adalah organisasi bisa terjual idealitasnya dan (maaf) “ngatok” pada organisasi kapitalis tanpa ada nilai daya tawar apapun. Untuk membuat suatu perubahan dalam proses pembangunan dan penguatan ekonomi organisasi diperlukan “tenaga”, kemauan dan kemampuan yang mumpuni dan tidak ringan serta diperlukan kesabaran yang super ekstra. Hal ini tidak semata-mata hanya mencari sebuah alternatif dan menjalankan ide yang muncul tanpa perlu membangun sebuah pondasi yang kokoh, namun lebih dari itu. Bangunan ekonomi yang kokoh harus dipikirkan, direncanakan dengan matang agar persiapan dalam proses ini tidak akan menjadi “buah simalakama” yang mendatangkan mudlorot bagi perkembangan organisasi, namun bagaimana nantinya buah yang di dapat bisa menjadi berwarna-warni, ranum, enak, lezat dan bisa bikin ketagihan (bukan narkoba lho…). “Tenaga”, kemauan dan kemampuan yang mumpuni di atas bila ditransendenkan dengan realitas PMII sepertinya membutuhkan tambahan “ekstra ginseng agar lebih greng”. Hal ini bukan “tambahan kecap” dari penulis, namun dari beberapa hasil diskusi sering terlontar sebuah kekhawatiran atau ketakutan, di antaranya:
a. Kehilangan idealitas gerakan organisasi
Pada saat membangun ekonomi organisasi, tenaga dan pikiran akan tersedot pada wilayah ekonomi ansich. Hal ini akan berimplikasi pada idealitas gerakan yang akan terabaikan karena tersedotnya orientasi atau beralihnya orientasi organisasi menjadi organisasi profit (organisasi yang berorientasi pada profit)
b. Takut tidak bisa membagi waktu antara kegiatan pengkaderan dengan proses pencarian dana/pembangunan ekonomi
Ketika bangunan ekonomi telah terbentuk, kemungkinan besar perhatian terhadap proses pengkaderan akan sedikit terkurangi atau bahkan terabaikan. Apalagi jika pengurus/pemimpin organisasi sudah bekerja pada perusahaan/lembaga pendidikan, maka pembagian waktu antara kebutuhan pribadi, proses pengkaderan dan kebutuhan ekonomi organisasi akan menjadi sulit.
c. Pembangunan ekonomi masih mengarah pada profit oriented (jualan barang, buka toko atau warung, dan sebagainya).
Selama ini, paradigma yang muncul dalam membuat bangunan ekonomi organisasi adalah berbentuk profit oriented. Sedangkan sumbangan dari donatur atau iuran anggota bukan termasuk pada bangunan ekonomi organisasi.
d. Kekurangan tenaga profesional dalam menangani masalah ekonomi.
Ketika akan mencoba untuk memulai proses bangunan ekonomi –membuka toko/warung/biro jasa- maka problem yang muncul kemudian adalah siapa yang mampu mengelola? Apakah dari anggota organisasi atau bukan? Bila berasal dari anggota, apakah dari pengurus atau anggota biasa? Bagaimana sistem bagi hasilnya? Belum lagi siapa yang memberikan modal pertama saha? Dan masih banyak lagi problem yang muncul yang menjadi pertimbangan organisasi.
e. Masih berkutat pada wacana walau sudah dibuat badan ekonomi/disfungsi pengurus atau devisi ekonomi, dan sebagainya).
Ide untuk mandiri (baca: membangun basis ekonomi organisasi) di PMII Cabang Pasuruan sebenarnya sudah tercetus pada beberapa periode yang lalu (masa kepengurusan sahabat Sutrisno (1999) sampai kepengurusan sahabat Jauharul Lutfi (2004)) dengan dibentuknya suatu devisi ekonomi yang khusus menangani perekonomian cabang agar lebih mandiri. Ide dibuatnya devisi ekonomi sebenarnya mulai nampak pada masa kepengurusan sahabat Waladi Imaduddin (2001) dengan membuat jasa rental VCD “Oniel” anti porno dan dijamin halal walau mampu bertahan beberapa bulan. Salah satu kendala yang dihadapi adalah pengelola jasa rental yang tidak permanen, artinya seluruh pengurus berhak untuk mengelola sehingga sentralisasi pengelolaan menjadi agak kabur. Hal ini sedikit menghambat pada wilayah pengembangan rental itu sendiri. Kendala yang lain adalah sedikit terganggunya aktivitas “bisnis” karena harus membagi waktu dengan proses pengkaderan yang menjadi kewajiban utama organisasi.
Setelah masa atau sebelum masa pembukaan jasa rental VCD “Oniel” masih belum menemukan suatu terobosan baru yang signifikan, selain hanya berkutat sebatas pada program kerja ataupun pada tingkatan wacana. Kekuatan devisi ekonomi untuk membuat sebuah karya yang ber”prestasi gemilang” sepertinya masih belum nampak. Entah bakat yang terpendam dalam membangun basic ekonomi organisasi belum terasah atau memang dipendam dalam-dalam sehingga tidak nampak?!
Namun yang pasti harapan untuk mandiri merupakan “satu prestasi awal” yang patut diacungi jempol, tinggal menunggu satu polesan kreatif pengurus yang dapat menciptakan satu ruang kemandirian dalam pembangunan basic ekonomi bagi organisasi.
f. Minim/kurangnya modal dan tidak ada alternative tempat untuk pengembangan usaha.
“Untuk membangun suatu basic ekonomi diperlukan tenaga, pikiran, kemauan yang tinggi serta ditunjang dengan sarana prasarana dan modal yang lumayan”, pernyataan ini yang mungkin terlintas dalam pemikiran para tokoh organisasi untuk membangun sebuah basic ekonomi.
Pikiran di atas akan dirasa sangat berat bagi para tokoh organisasi (baca: pengurus) untuk mengembangkan sebuah bangunan basic ekonomi organisasi. Hal ini didasarkan pada realitas bahwa organisasi kader belum/tidak mempunyai dana operasional organisasi yang memadai dan mapan. “Bantingan uang” untuk menjalankan sebuah program kerja organisasi merupakan satu fenomena yang tidak asing lagi. Bahkan kalau tidak ada yang dibanting, akad utang atas nama organisasi pun kerap dilakukan, yang penting program jalan. Fenomena ini mungkin yang menjadi kendala dalam membangun ekonomi organisasi.
Selain itu status “kantor” (baca: sekretariat) cabang maupun komisariat masih nomaden dan berpindah-pindah alamat tiap perjanjian kontrak habis juga menjadi penghambat untuk membangun ekonomi organisasi yang mapan.
g. Belum menemukan satu format bangunan ekonomi organisasi.
Menemukan format bangunan ekonomi organisasi yang tidak menghilangkan karakter gerakan organisasi memang bukan suatu pekerjaan yang mudah dan diperlukan “sejuta pertimbangan” agar pilihan format yang digunakan “sesuai dengan selera” sehingga langkah dan kebijakan yang diambil tidak salah sasaran. Format yang sesuai selera inilah yang selama ini masih belum ditemukan dan belum terumuskan secara matang dalam organisasi PMII.


BAB IV
PARADIGMA BANGUNAN EKONOMI
ORGANISASI PENGKADERAN
Pada dasarnya, proses konsep pembangunan ekonomi organisasi yang dimaksudkan di sini adalah menekankan pada proses membuka “file-file lama” untuk di up date lagi agar file yang disfungsi karena ada hambatan-hambatan dapat menjadi fungsional dan efektif. Untuk memfungsikan file lama ini maka paradigma baru merupakan salah satu kunci yang bisa menjawab persoalan tersebut.
Paradigma yang dibangun dalam proses pembangunan ekonomi organisasi tentunya harus sesuai dengan karakter gerakan organisasi sehingga proses pembangunan ekonomi organisasi tidak akan menjadi penghambat organisasi atau terhambat dalam proses pembangunan basic ekonomi bagi organisasi.
Lalu paradigma apa yang perlu dibangun dalam proses pembangunan ekonomi organisasi, khususnya PMII sebagai organisasi pengkaderan? Apabila melihat keluh kesah dalam proses pembuatan ekonomi organisasi sebagaimana yang telah diuraikan di atas penulis menangkap garis merah bahwa selama ini antara proses pengkaderan dengan proses bangunan ekonomi (baca: usaha ekonomi) yang bisa mensupport organisasi belum bisa menjadi bagian integral pengkaderan. Usaha ekonomi merupakan “dunia lain” yang terkoneksi dengan organisasi atau masih menjadi “dunia maya” organisasi, bukan bagian integral yang utuh dalam organisasi. Kalaupun sudah integral namun menurut penulis masih bersifat integral yang parsial.
Penilaian ini didasari atas beberapa hal, di antaranya:
1. Masih belum ada format ekonomi orgnisasi yang konkrit.
Ketika format ekonomi organisasi masih belum terumuskan secara konkrit, maka persepsi yang terbangun adalah ekonomi masih sulit untuk menjadi bagian integral pengkaderan PMII karena ekonomi masih banyak berorientasi pada profit oriented
2. Pengkaderan PMII masih belum menyentuh pada ranah bidang ekonomi. Kalaupun ada masih bersifat kajian perkembangan ekonomi makro yang dikaitkan dengan konteks kekinian. Pelatihan-pelatihan ekonomi yang mengarah pada skill masih jarang ditemukan dan sifatnya masih temporal.
3. Masih belum ada contoh konkrit sebuah organisasi pengkaderan atau organsasi kemasyarakatan mempunyai basis ekonomi yang handal. Hal ini semakin memperkuat image bahwa sebuah organisasi pengkaderan atau kemasyarakatan harus berorientasi pada wilayah peningkatan kemampuan anggota organisasi di bidang ideologi atau yang berkaitan dengan ideologi. Sedangkan peningkatan kemampuan pada wilayah ekonomi belum menjadi satu pilihan utama.
4. Bangunan ekonomi organisasi dinilai banyak mengandung resiko, baik dalam bidang pengelolaan, pembagian tugas dan hasil, terganggunya proses pengkaderan dan masih banyak resiko yang lain. Oleh karena itu, untuk urusan ekonomi lebih baik bersifat individu karena lebih aman dan jauh dari fitnah dunia (minimal terhindar dari suudzon).
Apabila dirasakan, menurut penulis ada sesuatu yang salah, ada sesuatu yang kurang tepat pada posisinya. Karena semua sepakat bahwa ekonomi sangat berpengaruh terhadap perkembangan organisasi. Ekonomi mempunyai peranan penting “melek-meremnya” organisasi, bahkan ada yang menilai bahwa ekonomi juga merupakan salah satu dari pondasi organisasi di samping ideologi, statuta organisasi dan pengkaderan. Lalu mengapa bangunan ekonomi organisasi masih belum ada atau masih lemah? Mengapa pengambil kebijakan organisasi masih banyak yang ragu-ragu untuk memperkuat basis perekonomian organisasi? Mengapa tidak melaksanakan bangunan ekonomi organisasi apabila dinilai sangat penting bagi organisasi? Mengapa
Untuk memulai bangunan ekonomi organisasi ini di mulai dari pandangan dan niat, dimulai dari cara pandang, dimulai dari paradigma. Karena paradigma akan menjadi “roh spiritual” yang bisa menghidupkan jasmani yang telah mati, bisa menghiasi proses bangunan ekonomi untuk lebih kokoh dan stabil serta bisa memberikan spirit tersendiri agar kelangsungan ekonomi organisasi tidak setengah-setengah.
Paradigma yang dikembangkan adalah paradigma yang bisa menggambarkan, memberikan ciri khas dan menekankan pada karakter gerakan organisasi, tidak sampai menghilangkan atau memberikan ketidakjelasan “jenis kelamin” gerakan organisasi.
Berdasarkan latar belakang di atas, paradigma yang perlu dikembangkan untuk proses pembangunan ekonomi organisasi pengkaderan adalah bagaimana membentuk dan menciptakan bangunan ekonomi organisasi menjadi bagian integral dari proses pengkaderan. Semua sistem, semua proses yang dikembangkan merupakan bentuk dari sebuah pengkaderan. Apapun bentuk ekonomi yang dikembangkan organisasi tidak menyimpang dari garis besar pengkaderan yang dikembangkan organisasi yang merupakan bentuk pengejawantahan azas-azas organisaSI
.Apabila dibreakdown lebih lanjut, paradigma di atas dapat dipilah menjadi dua, yakni:
1. Pengkaderan berpotensi ekonomi berbasis pengkaderan
Apabila dirasakan lebih jauh, proses pengkaderan organisasi baik yang bersifat formal, informal maupun non formal apabila dikelola secara profesional sebenarnya mempunyai potensi ekonomis. Contoh kecil adalah mengoptimalkan pengelolaan bantuan dari donatur sebuah pelatihan. Apabila hal ini dikelola secara optimal, maka organisasi akan mendapatkan income dari sebuah kegiatan pelatihan. Namun yang harus disadari adalah organisasi bukanlah alat untuk “memeras” para donatur dengan mengatasnamakan sebuah organisasi. Tetapi income yang di dapat memang betul-betul dioptimalkan dalam sebuah proses pengkaderan.
2. Ekonomi berbasis pengkaderan.
Dalam hal ini, organisasi lebih bersifat menciptakan suatu usaha yang bisa menghasilkan income (baca: kas) organisasi. Misalnya membuat sebuah Badan usaha (membuka toko, PKL, menjual majalah/buku, rental). Atau lebih mengoptimalkan potensi organisasi yang telah ada dan sesuai dengan tata aturan organisasi, seperti mengoptimalkan iuran anggota atau donatur. Dalam bidang ini memang tidak semudah membalikkan telapak tangan karena lebih dibutuhkan suatu usaha, kemauan dan tenaga yang prima yang didukung dengan profesionalitas kerja organisasi serta yang terpenting adalah tetap dengan tujuan untuk mendukung proses pengembangan pengkaderan organisasi, bukan untuk kepentingan pengurus organisasi atau pihak-pihak tertentu dan bukan pula mengganti azas dan karakter organisasi yang telah ada.
Apabila paradigma ini digambarkan dalam suatu diagram, maka akan terlihat sebagai berikut:
Pengkaderan sebagai basiC

Pengkaderan berpotensi

ekonomi
berbasis pengkaderan

Ekonomi
berbasis
pengkaderan
Pengkaderan sebagai basic

BAB V
MEMBACA DAN MENGELOLA POTENSI BANGUNAN EKONOMI ORGANISASI PENGKADERAN
Sebelum mengulas masalah potensi bangunan ekonomi, ada beberapa hal yang ingin penulis utarakan, yaitu:
1. Penulis merasa bahwa dalam tulisan ini dirasa masih belum layak disebut format bangunan ekonomi yang brillian, atau bisa juga tulisan yang tidak layak untuk dibuat acuan” namun hanya sebatas “iseng-iseng ide” yang disalurkan melalui tulisan ini.
2. Tulisan ini bukanlah sebuah konsep bangunan ekonomi organisasi yang bisa dibuat acuan kerja organisasi tetapi lebih mengarah pada “tawaran yang tidak perlu ditawar karena memang tidak mempunyai nilai tawar”
3. Alternative yang akan diulas lebih bersifat sporadis dan kurang sistematis. Dalam hal ini penulis tidak membrekadown secara sistematis dengan paradigma yang telah dibangun, tetapi penulis berusaha agar ulasan alternative bangunan ekonomi ini masih dalam kerangka paradigma yang dibangun, yakni tetap berdasarkan pada basic pengkaderan.
4. Penulis masih menilai terlalu terburu-buru untuk memberikan sebuah alternative bangunan ekonomi organisasi karena masih banyak komponen-komponen yang belum dikupas sebagai landasan kerja dan landasan histories agar lebih mantap dalam memahami karakter gerakan organisasi. Oleh karena itu penulis menyarankan agar para pengurus organisasi dapat mentelaah ulang, mengkaji ulang serta mengkritisi lebih lanjut tulisan ini agar dapat ditemukan suatu formula bangunan ekonomi organisasi yang lebih “mujarab” daripada yang penulis uraikan dalam tulisan ini
Apabila kita merefleksikan sejenak, sebenarnya PMII bukanlan organisasi kemarin sore atau organisasi kemahasiswaan yang kecil, tetapi PMII merupakan salah satu organisasi kemahasiswaan yang besar di Indonesia. PMII juga sudah cukup tua. Anggota PMII tidak terhitung jumlahnya dan sangat beragam jurusan pendidikan yang diambilnya. Apabila menengok pada alumni, banyak alumni PMII yang sudah menjadi pejabat penting, baik di tingkat daerah maupun nasional. Banyak pula alumni PMII yang menjadi bos sebuah perusahaan, dan banyak pula alumni PMII yang menjadi Kyai terpengaruh dan terpandang walau tidak dinafikan banyak pula alumni yang masih pengangguran.
Dari sini diketahui sebenarnya PMII mempunyai suatu potensi yang cukup besar bahkan dapat dikatakan sangat besar. Tinggal bagaimana memanfaatkan potensi yang telah ada agar bisa lebih optimal.
Di bawah ini, penulis mencoba untuk membaca dan mengumpulkan potensi-potensi tersebut untuk sedikit diulas dengan harapan agar bisa dijadikan –minimal- pengingat “file-file lama yang telah tertidur” serta sebagai alternative bangunan ekonomi yang mungkin bisa dilakukan oleh pengurus organisasi.
Optimalisasi iuran anggota/donatur/alumni
Sebenarnya PMII sudah menyadari bahwa iuran anggota/donatur/alumni merupakan satu potensi ekonomi organisasi. Bahkan di dalam AD/ART organisasi, iuran anggota/donatur/alumni sangat jelas disebutkan sebagai salah satu point dana operasional organisasi
.Namun, realitas mengatakan bahwa dana operasional organisasi pengkaderan -khususnya PMII- masih belum sepenuhnya stabil dan bersifat fluktuatif. Pada waktu tertentu bisa dikategorikan “kaya” tapi dilain waktu “konsep bantingan” kerap digunakan untuk menutupi kekurangan dana sebuah kegiatan.
Hal ini dikarenakan belum optimalnya pengelolaan dan pemanfaatan potensi ini secara maksimal. Iuran wajib anggota, walaupun sudah termaktub dalam AD/ART masih belum terlaksana, yang ada adalah iuran wajib sesama pengurus organisasi. Sehingga pendapatan yang dihasilkan masih berkategori pas-pasan. Iuran bagi para donatur ataupun alumni masih belum terorganisir dengan baik. Alumni baru bisa “berperan” atau “diperankan” apabila organisasi punya “gawe” yang cukup besar, misalnya pelatihan atau seminar. Sedangkan pada tahapan “operasional rutin” masih belum terlaksana secara professional.
Pertanyaan yang mendasar adalah, mengapa pengelolaan potensi ini (iuran anggota/donatur/alumni) masih belum terlaksana secara optimal? Apa kendala yang dihadapi oleh pengurus sebagai pengemban amanah dalam mengelola organisasi? Lalu bagaimana cara untuk mengatasinya?
Menurut penulis, ada beberapa rasionalisasi mengapa pemanfaatan potensi yang paling mendasar dan legal dalam organisasi ini belum digarap secara optimal, yaitu:
1) Perangkat data base baik kader, alumni maupun donatur yang belum bisa mensupport kebutuhan yang diperlukan, baik karena terbatas/tidak ada data atau pengelolaan data base yang belum optimal
2) Masih merasa kesulitan untuk mencari orang yang mampu dan mau menangani pengelolaan potensi ini. Karena orang yang menangani potensi ini tidak hanya diperlukan kemampuan pengelolaan administratif yang handal tetapi juga kemampuan komunikasi yang tinggi, mempunyai “wajah beton” serta kemauan tinggi yang dilandasi dengan ikhlas beramal dalam melakukan kerja.
2) Masih ada pemikiran dari pengurus bahwa menarik iuran merupakan bentuk memberikan beban bagi anggota organisasi. Masih ada rasa belas kasihan dan tidak mentolo untuk menarik iuran bagi anggota organisasi, apalagi jika anggota belum bisa diberikan hak-hak yang layak sebagai anggota organisasi.
Agar potensi ini dapat tergarap lebih optimal memang tidak mudah. Tetapi apabila ada kemauan, keberanian dan dipupuk dengan skill yang dibutuhkan, menggarap potensi ini juga tidak susah.
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan pengurus organisasi dalam mengelola potensi ini, yakni:
1) Mencari kader yang dianggap mempunyai tingkat kemampuan yang dibutuhkan serta kemauan yang tinggi untuk mengelola potensi ini. Secara teknis, kader yang telah dipilih bisa dimasukkan ke dalam sebuah devisi dalam organisasi atau dibentuk team/badan khusus yang baru yang khusus bertugas menangani iuran anggota/donatur/ alumni ini. Membentuk devisi/team/badan yang khusus menangani potensi ini dimaksudkan agar tugas yang diemban dapat terspesifikasikan dengan jelas, sehingga tidak ada ambiguitas tugas, terdapat target yang jelas serta mempermudah dalam pengelolaan potensi ini.
2) Setelah terbentuk devisi/team/badan, langkah selanjutnya adalah memberikan bekal yang diperlukan, baik kemampuan berkomunikasi, mengelola perangkat administratif dan data base yang ada, pembagian job discription, pemberian motivasi serta memberikan perangkat kerja yang diperlukan (kendaraan transportasi jika ada, atau membuat “aturan main” antara pengurus dengan devisi ini)
3) Membentuk rumusan kerja sebagai perangkat dalam mengelola hasil yang telah didapat. Agar organisasi mempunyai nilai bergaining, baik dihadapan anggota maupun alumni/donatur, prinsip rumusan kerja bisa menggunakan “take and give”, (memberi dan menerima). Para anggota, alumni dan donatur adalah pihak yang bisa memberikan dana untuk mensupport kegiatan organisasi, maka sewajarnya apabila juga mereka juga berhak menerima sesuatu dari organisasi sebagai hak mereka. Misalnya dalam bentuk laporan pemasukan dan pengeluaran keuangan, hasil kegiatan atau informasi perkembangan organisasi yang berbentuk buletin, majalah, jurnal, VCD dokumenter kegiatan atau dalam bentuk yang lainnya.

4) Selamat bekerja…
Langkah-langkah yang ditawarkan di atas sengaja dibuat general. Untuk membuat langkah yang lebih
spesifik, rigid dan sistematis tergantung pada “medan” yang ada. Karena perangkat yang diperlukan untuk operasional kerja masing-masing cabang/komisariat juga berbeda.
Data base ekonomi Kader/Alumni/Donatur
Data base dalam suatu organisasi mutlak diperlukan. Semakin lengkap data base yang dimiliki suatu organisasi maka kerja organisasi akan semakin mudah, terarah dan hasil yang di dapat akan menjadi lebih optimal.
Salah satunya adalah data base tentang ekonomi Kader/Alumni/Donatur organisasi. Data base ini berfungsi sebagai salah alat untuk memonitor tingkat kemampuan masing-masing kader/alumni/donatur dalam bidang ekonomi, juga sebagai alat untuk mengetahui potensi yang dimilikinya sehingga optimalisasi potensi masing-masing kader/alumni/donatur dapat teraplikasikan dengan baik.
Optimalisasi pemberdayaan kader pada bidang ekonomi
Ada iktikad baik dari para punggawa organisasi dalam pemberdayaan di bidang ekonomi. Iktikad ini tidak cukup hanya mengadakan diklat kewiraswastaan atau diklat yang lain tetapi setelah pelatihan pulang membawa makalah dan piagam penghargaan untuk dipajang di dinding rumah atau dimasuikkan map yang berisi piagam-piagam yang lain tanpa melakukan kerja-kerja ekonomi secara riil, tetapi juga para punggawa ini sudah mempersiapkan basic ekonomi bagi para peserta diklat ini.
Yang dimaksud mempersiapkan basic ditingkatan ekonomi disini adalah mempersiapkan segala hal agar teori yang didapatkan di diklat dapat teroptimalkan, baik dalam bentuk kognitifnya (pemahaman teori ekonomi lebih matang) maupun di segi psikomotoriknya (langkah aplikatif).
Pada tingkatan kognitif, para punggawa organisasi idealnya terus mengawasi dan menggagas ide-ide cerdas untuk menjadi bahan diskusi (bahasa keren: follow up) dengan target dan tujuan yang jelas. Sedangkan pada psikomotoriknya, para punggawa organisasi dapat membuat “bedak kecil” sebagai bentuk usaha riil, atau mendirikan “Mall/Plaza Gerakan” kalau punya modal besar. Apabila mentok di tingkatan modal, maka para Punggawa ini bisa membuat satu terobosan dengan membuat peluang-peluang ekonomis dengan memanfaatkan jaringan yang telah dibina selama ini, baik kepada Alumni, para Usahawan, maupun ditingkatan Birokrasi
.Pemanfaatan potensi kampus, daerah dan pasar global
Kampus, merupakan tempat berkumpulnya para pemikir, orang-orang intelektual, orang-orang yang sedang menuntut ilmu, tempat “nongkrong”nya orang yang mencoba untuk selalu “maju” dan membuat suatu perubahan yang lebih baik.
Apabila dikaitkan dengan ekonomi, kampus juga merupakan satu tempat yang cukup menjanjikan untuk bisa dioptimalkan segala potensinya. Apabila jeli dalam melihat situasi dan kondisi serta kebutuhan apa yang diperlukan di lingkungan kampus tersebut, niscaya organisasi kader tidak akan pernah mengeluh tentang krisis finansial untuk membiayai kegiatan yang akan dilaksanakan.
Lalu, langkah apa yang bisa dilakukan dalam memanfaatkan segala potensi kampus agar bisa menjadi sesuatu yang produktif? Jawabnya adalah banyak jalan menuju ke Roma, banyak hal yang bisa dilakukan oleh organisasi kader (baca: PMII) sesuai dengan kemampuan dan basic skill yang dimilikinya, tinggal bagaimana kreatifitas para kader untuk meng-create¬ lingkungan kampusnya agar menjadi suatu hal yang produktif. Untuk mewujudkan hal ini tidaklah terlalu sulit. Yang penting ada kemauan dan dibumbui dengan manajemen serta sedikit warna kreatif, maka organisasi anda siap untuk “mendulang emas” di kampus tanpa perlu menjual idealitas kader dan organisasinya (untuk menjadi golongan kaum kapitalis).
Sebagai sample konkrit adalah kita bisa belajar dari warung sinau yang berada di dekat perempatan ITN Malang. Dinamakan warung sinau (menurut kabar angin) karena warung tersebut didesain untuk “nongkrong”nya para pelajar, mahasiswa dan para pemikir, walau tidak menutup kemungkinan juga ada tukang becak, semir, tukang-tukang…juga ikut “nongkrong” disana. Dengan tempat yang tidak begitu luas, namun desain ruangan diatur sedemikian rupa sehingga enak untuk dibuat ajang diskusi sambil minum kopi. Di warung tersebut juga disediakan perpustakaan mini dan bedak buku untuk dibaca ditempat, disewakan atau untuk dibeli oleh para pengunjung warung tersebut. Pada moment-moment tertentu, warung tersebut juga bisa berfungsi sebagai tempat ajang “bedah buku”. Satu bentuk konkrit yang tidak muluk-muluk namun cukup efektif bagi pengembangan ekonomi bagi organisasi kader (penulis tidak mengharuskan anda untuk membuka warung lhooo…).
Begitu juga pengembangan ekonomi di wilayah yang lebih makro, yakni bagaimana bisa memanfaatkan segala potensi daerah serta memenuhi segala kebutuhan pasar global dengan melakukan hal-hal yang produktif, semua itu bisa dan sangat mungkin sekali untuk dilakukan, dikerjakan, dan diwujudkan agar tidak menjadi mimpi-mimpi dan angan-angan yang tidak kunjung habis.

BAB VI
SAYONARA
Sebagai titik tekan dalam pembahasan ini adalah apapun usaha yang kita lakukan apabila dikelola dengan baik maka akan bisa menghasilkan sesuatu yang produktif. Namun yang lebih penting adalah, bagaimana menyikapi usaha yang produktif tersebut agar tidak menyimpang dari rel dan batasan-batasan yang telah digariskan oleh organisasi, bagaimana mengusahakan agar sesuatu yang produktif tersebut tidak menjadi bumerang idealitas organisasi kader yang berimplikasi pada robohnya citra organisisi.
Membuat badan usaha di dalam organisasi kader bukan merupakan sesutau yang haram dilakukan, namun bagaimana niat para kader ataupun para punggawanya yang mengelola badan usaha tersebut yang perlu ditata agar tidak menyimpang dari konsep awal dan cita-cita bagaimana organisasi kader tersebut dibentuk
Demikian sedikit uneg-uneg yang bisa disampaikan penulis lewat tulisan ini, semoga bisa bermanfaat bagi pengembangan organisasi kader.
Hari Kartini
23 April 2009 16:55
Memperingati Hari Kartini
Dengan berdiskusi dihalaman kampus Unisda

Disatu sisi, upaya para aktifis perempuan mengkonteksan lagi makna Kartini dengan mencoba memposisikan perempuan setara dengan laki-laki bisa dipandang positif.Karena memang realitasnya, perempuan indonseia telah menjadi manusia kelas dua di negeri ini sejak lama. Perempuan dianggap tak pantas berpolitik, tak perlu menuntut ilmu tinggi-tinggi bahkan pembatasannya perempuan seakan hanya pantas ditempatkan di dapur, sumur dan kasur.

Namun Disisi lain, perjuangan para aktifis itu, kerap telampau kritis karena telalu berhasrat mengambil alih “semua” posisi kaum laki-laki tanpa terkecuali. Penulis kurang setuju dengan pandangan ini. Karena islam sesungguhnya telah memposikan secara adil batas-batas hak dan kewajiban dua kaum ini.

Merebut Kembali Kejayaan Perempuan

21 April adalah peringatan hari Kartini. Setiap peringatannya, banyak kelompok memperingati dengan kegiatan ceremonial. Ada yang menyelenggarakan lomba memasak, berbusana, merias, dll. Kalau hal itu tidak diimbangi dengan kegiatan-kegiatan membedah substansi emansiapasi, saya khawatir anak didik kita/masyarakat kita akan memahaminya secara sempit bahwa Kartini identik dengan ketrampilan perempuan. Perjuangan Kartini menjadi mandeg, tidak berkembang dan ironisnya justru akan terjadi pendangkalan peran perempuan.

Sebagai kader PMII, didalam situasi bangsa dan tata masyarakat yang carut marut ini, sudah sepantasnya dalam peringatan hari Kartini, kami perlu mengingatkan kembali peran perempuan yang semestinya.
Salah satu orang nomor 1 di bangsa ini pernah berkata ”sayang sekali, bahwa soal wanita itu belum pernah dipelajari sungguh-sungguh oleh pergerakan kita.......sesudah kita memproklamirkan kemerdekaan, maka menurut pendapat saya soal wanita itu perlu dengan segera dijelaskan dan dipopulerkan. Sebab kita tidak dapat menyusun Negara dan tidak bisa menyusun Masyarakat, jika (antara lain-lain soal) kita tidak mengerti soal wanita”.

Merebut Kembali !!!

Sering kita terbuai dengan penjelasan bahwa peran laki-laki dan perempuan sudah sama. Emansipasi wanita sudah tercapai. Buktinya, sudah ada gubernur wanita, kapolda wanita, DPRD wanita, dokter wanita, pilot wanita, sopir wanita, kernet wanita, tukang tambal ban wanita, dan sebagainya. Tetapi berbarengan dengan hal itu, terjadi luar biasa atas pelecehan terhadap wanita, kekerasan terhadap wanita, penindasan terhadap wanita, dan sejenisnya.

Kalau kita menganut sejarah peradaban manusia, jauh dijaman purbakala tata masyarakat peribuan; kedudukan perempuan sangat tinggi. Perempuan-perempuan menjadi Raja, menjadi Panglima Perang, menjadi Hakim, menjadi Kepala Agama, dan sebagainya. Peran kaum perempuan sama dengan kaum laki-laki; bahkan dibeberapa sifat melebihi kaum laki-laki, mengalahkan kaum laki-laki. Pada abad ke 10 dan ke 11, pernah tercatat adanya ”negeri kaum perempuan” atau ”negeri raja-raja putri”. Kaum perempuanlah yang membuat hukum-hukum negara. Namun, saat sekarang, peran perempuan relatif melemah. Elit-elit negara, dikuasahi laki-laki yang berkuasa memproduk undang-undang negara.

Ketika kekuasaan politik dikuasai laki-laki dan mulai cenderung pada penguasaan di segala bidang. Mulailah muncul kesadaran dan terjadi gerakan perempuan yang menuntut perlakukan hak yang sama. Macam-macam hak, terutama hak politik. (Yang baru hangat didiskusikan dan dicarikan solusinya adalah keterwakilan 30% perempuan dalam UU Pemilu 2008).

Momentum Peringatan Kartini 2009 ini, seharusnya dimanfaatkan oleh Para Kaum Perempuan untuk melakukan refleksi, evaluasi dan gerakan kesadaran emansipasi politik perempuan untuk merebut kembali peran-peran yang hilang serta mensejajarkan dengan peran laki-laki.

Harus disadari, bahwa pada dasarnya Perempuan dan Laki-laki mempunyai dasar kemampuan yang sama, bahkan dalam hal untuk melaksanakan tujuan kodrat alam perempuan mempunyai modal yang lebih baik, antara lain : Lebih dermawan, Lebih bisa dipercaya, Lebih iklas dan Kurang serakah. Bahkan Bung Karno pernah mengatakan ”Sangat boleh jadi kaum perempuan itu lebih cakap buat urusan politik dari pada laki-laki”. Namun beliau juga berpesan ”Masyarakat itu hanyalah sehat, manakala ada perimbangan hak dan perimbangan perlakuan antara kaum laki-laki dan perempuan, yang sama tengahnya, sama beratnya, sama adilnya”

Perempuan dan Islam

Menjadi rutinitas, setiap tanggal 21 April bangsa Indonesia memperingati kelahiran Raden Ajeng Kartini, sosok pahlawan perempuan yang berupaya keras mengangkat harkat dan martabat kaumnya. Tokoh ini sejak lama telah menjadi ikon perjuangan kaum perempuan Indonesia untuk merebut posisi-posisi yang selama ini kerap didominasi kaum laki-laki. Kartini oleh banyak penulis digambarkan sebagai sosok yang paling bersemangat memperjuangkan hak perempuan sama dengan hak kaum laki-laki di segala bidang.

Disatu sisi, upaya para aktifis perempuan mengkonteksan lagi makna Kartini dengan mencoba memposisikan perempuan setara dengan laki-laki bisa dipandang positif. Karena memang realitasnya, perempuan indonseia telah menjadi manusia kelas dua di negeri ini sejak lama. Perempuan dianggap tak pantas berpolitik, tak perlu menuntut ilmu tinggi-tinggi bahkan pembatasannya perempuan seakan hanya pantas ditempatkan di dapur, sumur dan kasur. Namun Disisi lain, perjuangan para aktifis itu, kerap telampau kritis karena telalu berhasrat mengambil alih “semua” posisi kaum laki-laki tanpa terkecuali.
Persoalan hak dan kewajiban perempuan mesti dipandang proporsional. Disatu sisi, perempuan memang punya hak untuk melakukan perkara-perkara publik dan juga perkara-perkara privat begitupula dengan laki-laki. Namun disisi lain, keduanya masing-masing punya keterbatasan yang satu samalain tak mungkin saling mengambil alih.

Dalam soal mengasuh anak misalnya, bagi saya memang bisa dikerjakan secara bersama-sama antara laki-laki dan perempuan, namun lebih idealnya, peran itu memang harus dimainkan oleh seorang ibu karena ibulah yang lebih dekat secara emosional terhadap anak. Pendidikan moral dan akhlak yang dimulai dari keluarga (Al-Aula) adalah tugas kedua orang tua, namun lebih khusus lagi kaum ibu, peran itu serasa memang harus lebih diperankan karena potensi anak kehilangan masa depan sangat rentan di masa-masa dini.

Nah, ketika si anak telah tumbuh dewasa dan memiliki kemandirian, maka tugas kedua orang tualah untuk mendidiknya supaya saling menghargai dan mengakui eksistensi masing-masing. Kuatnya eksistensi laki-laki daripada perempuan di ruang publik seperti yang kita rasakana saat ini bagi saya adalah kegagalan pendidikan orang tua yang tak mampu menterjemahkan dan mengajarkan peran-peran sosial antara anak laki-laki dan perempuan secara ideal.

Lalu bagaimana pandangan Islam tetang relasi laki-laki dan perempuan? Baiknya kita menggali sejarah islam sejak awal, bahwa kaum perempuan mempunyai sejarah yang kelam soal hubungannya dengan laki-laki. Kaum Jahiliyah misalnya menganggap, seorang perempuan memang telah di kodratkan lemah dan dan menajdi aib bagi laki-laki. Konon, pada masa jahiliyah, bahkan perempuan menjadi subyek, sebagai budak-budak, bahkan perempuan sah dibunuh. Bagi kaum jahiliyah, perempuan tak bisa di ajak mempertahankan kehormatan keluarga, tak bisa diajak berperang dan karenanya membuat mereka malu sehingga sah-sah saja membunuhnya.

Oleh Islam, melalui Muhammad SAW. Persepsi jahiliyah itu dikikis sedikit demi sedikit. Perempuan pasca kedatangan rasul adalah ummat manusia yang mesti di hormati, dan di beri hak-haknya secara proporsional. Islam datang menjaga perempuan dari eksploitasi kekuasaan dan kaum laki-laki. Islam juga memberi ruang bagi kaum perempuan untuk menunjukkan eksistensinya di ruang publik.

Kembali ke Kartini, tokoh itu pernah menulis surat yang meminta pemerintah Hindia Belanda memperhatikan nasib pribumi dengan menyelenggarakan pendidikan, menjamin kesehatan dan mengembangkan koperasi rakyat kecil. Kepada sahabat-sahabatnya bahkan berulang kali ia menulis surat yang memang memfokuskan perhatiannya pendidikan bagi kaumnya. Berulang-ulang Kartini menyebut perempuan adalah istri dan pendidik anak yang pertama-tama. Dia berkeinginan untuk mengusahakan pendidikan dan pengajaran agar perempuan lebih cakap dalam menjalankan kewajibannya dan tidak berkeinginan anak-anak perempuan menjadi saingan laki-laki.

Relevansinya, Kartini tidak pernah berkeinginan menuntut sama dengan laki-laki dalam segala bidang kehidupan karena disadari kartini antara keduanya memang masing-masing punya keterbatasan. Yang terpenting adalah, kerjasama yang aktif antara keduanya, seperti dua sayap seekor burung yang mesti berfungsi dua-dua. Untuk bisa terbang, kedua sayap itu harus berfungsi dengan baik. Bayangkan saja jika sayap seekor burung cedera sebelah, secara otomatis ia takkan mungkin bisa terang. Bagi saya inilah pandangan yang paling moderat dan islami sekaligus.***
HARLAH PMII Ke-49
23 April 2009 16:53


Harlah PMII





Lamongan,- Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Unisda 2009-2010.





Tak ingin organisasi ini hanya mempunyai kwantitas yang sangat besar yang tidak di imbangi dengan kwalitasnya seperti Kampus Unisda hari ini, PMII Komisariat Unisda Lamongan segera melakukan konsolidasi sesama kader yang dirangkai dalam peringatan hari lahir ke-49 PMII. Acara ini dihelat malam kemarin pukul 19.00 di tempat Bumi Pariwisata Pemandian Air hangat Brumbun, Drajat, Paciran Lamongan yang di awali dengan Tahlilan, dan dilanjut dengan Diskusi. Adapun selanjutnya bagi Pengurus Komisariat PMII Unisda 2009-2010 mengadakan Rapat Kerja Lanjutan Ke-VIII.





Tak jauh dari memperingati HARLAH PMII Ke-49, warga PMII mengadakan Refleksi yang dibungkus dengan renungan malam dan dilanjutkan merefrestkan otak kita sejenak dengan berendam di Air Hangat dan ditutup dengan segenjal membakar ikan asin dari Laut utara kota Lamongan, hingga mentari terbit dari ufuk timur meraka kembali ke Base Camp yang ada di Jl.Airlangga Sukodadi Lamongan itu, meskipun masa kontrakan Base Camp tersebut kurang 10 hari lagi sudah meninggalkan usianya.





Acara tersebut menghadirkan seluruh warga PMII mulai dari alumni, PC.PMII Lamongan, Undangan-undangan dari komisariat yang ada di Lamongan dan kader-kader PMII sampai tingkat komisariat dan rayon-rayon yang ada di Unisda. Puncak acara pada peringatan harlah tersebut adalah di adakannya diskusi bersama tentang kondisi kampus Unisda dan kondisi Kader-kader yang ada di Unisda. Tetapi pendiskusian itu tidak berhenti sampai disini karena ini sebagai PR besar bagi PMII Komisariat Unisda.





Acara peringatan hari lahir itu mengangkat tema yang cukup progresif yakni “Merajut Kebersamaan dalam Berpartisipasi Pembangunan (Penghijauan Kampus “Back To Campus”) ” Yang disampaikan oleh Ketua KOPRI Lamongan, Widy Astutik, S.Pd dan Alumni PK.PMII Unisda, Djoko Wahono, SH mengatakan; “Tema itu sengaja dipilih karena kami dari PMII Komisariat Unisda Lamongan merasa kurang adanya hubungan Emosioanal antar kader dan perlu adanya distribusi kader di tingkatan Organisasi Mahasiswa di Unisda untuk menyetabilkan kembali kebijakan-kebijakan yang ada di kampus” dan kalimat itu juga pernah disampaikan oleh Ketua PMII Komisariat Unisda Lamongan 2009-2010 (Nuharto) pada waktu penyampaian visi-misinya saat Pelantikan tanggal 05 April 2009 lalu.




Ketua KOPRI tersebut berharap, dengan persatuan tersebut PMII mampu menyongsong dan turut berpartsipasi dalam pembangunan Kampus secara Akademik. “Apalagi ketika melihat kondisi sosial, kondisi internal fakultas/jurusan hingga kedalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM) dalam kelas dan adapun organisasi mahasiswa (ORMAWA) yang carut-marut hingga kebijakan-kebijakan kampus yang kurang stabil serta brosur-brosur Kampus Unisda yang sangat megah itu, ternyata hanya ditulisan saja dan tidak diimbangi dengan fasilitas-fasilitas yang kurang memadahi, SPP mahal (Rp 167.000,-/bulan), DPP (Rp 1.199.500,-) dan biaya-biaya lain yang sangat mencekik orang tua mahasiswa”.





“Tentunya PMII akan selalu hadir di tengah-tengah mahasiswa yang merasa di dholimi itu, yakni mengupayakan adanya stabilitas kebijakan-kebijakan kampus tersebut” tambahnya sekretaris PMII Komisariat Unisda. Dan peringatan harlah ini juga dimaksudkan untuk merefleksi PMII secara umum dan PMII Komisariat Unisda Lamongan. (Red;thonex). “Hentikan penindasan dan rebut perubahan” Lamongan, 16-17 April 2009.

AD / ART
12 April 2009 17:54
ANGGARAN DASAR
DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA (AD/ART)
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESI
(PMII)

MUKADDIMAH
Insyaf dan sadar bahwa ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan ideologi Negara dan falsafah bangsa Indonesia.
Sadar dan yakin bahwa Islam nerupakan panduan bagi umat manusia yang kehadirannya memberikan rahmat terhadap sekalian alam. Suatu keharusan bagi umatnya mengejewantahkan nilai Islam dalam pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta dalam kehidupan masyarakat dunia.
Bahwa keutuhan komitmen ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an merupakan perwujudan kesadaran beragama dan berbangsa bagi setiap insan muslim Indonesia dan atas dasar itulah menjadi keharusan untuk mempertahankan bangsa dan Negara dengan segala tekad dan kemampuan, baik secara perseorangan maupun bersama-sama.
Mahasiswa Islam Indonesia sebagai salah satu eksponen pembaharu bangsa dan pengemban misi intelektual berkewajiban dan bertanggung jawab mengemban komitmen keIslaman dan keIndonesiaan demi meningkatkan harkat dan martabat umat manusia dan membebaskan bangsa Indonesia dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan baik spiritual maupun material dalam segala bentuk.
Maka atas berkat rahmat Allah SWT, dibentuklah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang berhaluan Ahlussunnah Wal Jama’ah dengan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) sebagai berikut:
BAB I
NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN
Pasal 1
1. Organisasi ini bernama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang disingkat PMII.
2. PMII didirikan di Surabaya pada tanggal 21 Syawal 1379 hijriyah, bertepatan dengan tanggal 17 April 1960 dengan jangka waktu yang tidak terbatas.
3. PMII berpusat di ibukota republik Indonesia.
BAB II
ASAS
pasal 2
PMII berasaskan pancasila
BAB III
SIFAT
Pasal 3
PMII bersifat keagamaan, kemahasiswaan, kebangsaan, kemasyarakatan, independent dan professional.
B¬AB IV
TUJUAN DAN USAHA
Pasal 4
Tujuan
Terbentuknya pribadi musilm Indonesia yang bertakwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap, dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Pasal 5
Usaha
1. Menghimpun dan membina mahasiswa Islam sesuai dengan asas dan tujuan PMII serta peratuan perundang-undangan dan paradigma PMII yang berlaku.
2. Melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam berbagai bidang sesuai dengan asas dan tujuan PMII serta upaya perwujudan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
B¬AB V
KEANGGOTAAN
Pasal 6
Anggota PMII terdiri dari:
1. Anggota biasa
2. Anggota luar biasa
BAB VI
STRUKTUR ORGANISASI
Pasal 7
Struktur organisasi PMII terdiri dari dari:
1. Pengurus Besar (PB)
2. Pengurus Koordinator Cabang (PKC)
3. Pengurus Cabang (PC)
4. Pengurus Komisariat (PK)
5. Pengurus Rayon (PR)
BAB VII
PERMUSYAWARATAN
Pasal 8
Permusyawaratan dalam organisasi terdiri dari:
1. Kongres
2. Musyawarah Pimpinan Nasional (Muspimnas)
3. Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas)
4. Konverensi Coordinator Cabang (Konkorcab)
5. Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspimda)
6. Musyawarah Kerja Coordinator Cabang (Mukerkorcab)
7. Konferensi Cabang (Konfercab)
8. Musyawarah Pimpinan Cabang (Muspimcab)
9. Rapat Kerja Cabang (Rakercab)
10. Rapat Tahunan Komisariat (RTK)
11. Rapat Tahunan Anggota Rayon (RTAR)
12. Kongres Luar Biasa (KLB)
13. Konferensi Koorcab Luar Biasa (Konkorcab LB)
14. Konferensi Cabang Luar Biasa (Konfercab LB)
15. Rapat Tahunan Komisariat Luar Biasa (RTK LB)
16. Rapat Tahunan Anggota Rayon Luar Biasa (RTARLB)
BAB VIII
WADAH PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
pasal 9
wadah ini adalah badan semi otonom yang khusus menangani pengembangan dan pemberdayaan kader putrid
BAB IX
KEUANGAN
pasal 10
Keuangan dan kekayaan organisasi PMII terdiri dari:
1. Iuran pangkal
2. Iuran anggota
3. Hasil usaha organisasi
4. Bantuan yang legal, sah, ikhlas, dan tidak mengikat
BAB X
PERUBAHAN DAN PERALIHAN
Pasal 11
Angggaran dasar ini dapat diubah oleh Kongres dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 suara yang hadir
Pasal 12
1. Apabila PMII terpaksa harus dibubarkan dengan keputusan Kongres atau referendum yang khususnya diadakan untuk itu maka hak milik dan kekayaan organisasi diserahkan kepada organisasi yang lain asan dan tujuannya tidak bertentangan
2. Hal-hal yang belum diatu dalam anggaran dasar ini akan diatur dalam anggaran rumah tangga, serta peraturan-peraturan organisasi lainnya.
3. Anggaran dasar ini ditetapkan oleh Kongres dan berlaku sejak waktu dan tanggalnya ditetapkan


ANGGARAN RUMAH TANGGA
BAB I
ATRIBUT
Pasal 1
1. Lambang PMII sebagaimana yang terdapat dalamanggaran rumah tangga ini
2. Lambang seperti tersebut pada ayat (1) diatas dipergunakan pada bendera, jaket, adge, vandal, logo PMII dan benda atau tempat-tempat dengan tujuan menunjukkkan identitas PMII
3. Bendera PMII adalah yang seperti terdapat dalam lampiran
4. Mars PMII adalaj seperti yang terdapat dalam lampiran anggaran rumah tangga ini
BAB II
USAHA
Pasal 2
1. Melakukan dan meningkatkan amar makruf nahi mngkar
2. Membagi mutu ilmu pengetahuan Islam dan Iptek
3. Meningkatkan kualitas kehidupan umat manusia dan umat Islam melalui kontekstualisasi pemikiran, pemahaman, dan pengalaman ajaran agama Islam sesuai dengan perkembangan budaya masyarakat.
4. Meningkatkan usaha-usaha dan kerjasama untuk kesejahateraan umat manusia, umat Islam dan mahasiswa serta usaha sosial kemayarakatan
5. Mempererat hubungan dengan ulama dan umara demi terciptanya ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah insaniyah
6. Memupuk dan meningkatkan semangat nasionalisme melalui upaya pemahaman, dan pengamalan pancasila secara kreatif dan bertanggung jawab.

bab III
KEANGGOTAAN
BAGIAN I
Anggota
Pasal 3
1. Anggota biasa adalah:
a. Mahasiswa Islam yang tercatat sebagai mahasiswa pada suatu Perguruan Tinggi dan atau yang sederajat
b. Mahasiswa Islam yang telah menyelesaikan program studi pada Perguruan Tinggi atau yang sederajat atau telah mencapai gelar kesarjanaan S1, S2, atau S3 tetapi belum melampaui waktu 3 (tiga) tahun
c. Anggota yang belum melampaui usia 35 tahun
2. Anggota luar baisa adalah:
Anggota yang dianggap telah berjasa kepada PMII yang ditetapkan oleh PB PMII atau Kongres berdasarkan kriteria-kriteria yang diatur kemudian dalam ketentuan tersendiri.
BAGIAN II
PENERIMAAN ANGGOTA
Pasal 4
Penerimaan anggota dilakukan dengan jalan
1. Calon anggota mengajukan permintaan secara tertulis atau mengisi formulir untuk menjadi calon anggota PMII kepada Pengurus Cabang
2. Seorang sah menjadi anggota PMII setelah mengikuti masa peneriamaan anggota baru (mapaba) dan mengucapkan baiat persetujuan dalam suatu upacara pelantikanyang diadakan oleh Pengurus Cabang.
3. Dalam hal-hal yang sangat diperlukan, Pengurus Cabang dapat mengambil kebijaksaan lain yang jiwanya tidak menyimpang dari ayat (1) dan ayat (2) tersebut diatas.
4. Apabila syarat-syarat yang tersebut dalam ayat 1 dan 2 diatas dipenuhi kepada anggota tersebut diberikan tanda anggota oleh pengurus cabang.
BAGIAN III
Masa keanggotaan
Pasal 5
1. Anggota biasa berakhir masa keanggotaannnya apabila
a. Meninggal dunia
b. Atas permintaan sendiri secara tertulis yang disampaikan kepada pengurus cabang
c. Diberhentikan sebagai anggota biasa, baik secara terhormat maupun secara tidak terhormat
d. Telah habis masa keanggotaan sebgai anggota biasa sebagimana diatur dalam pasal 3 ayat 1 ART ini
2. Bentuk dan tata cara pemberhentian diatur dalam ketentuan tersendiri
3. Anggota bisa yang telah habis masa keanggotaanya pada saat masih menjabat sebagai pengurus dapat diperpanjang masa keanggotaannya hingga berakhirnya masa kepengurusan.
4. Anggota biasa yang telah habis masa keanggotaannya disebut alumni PMII
5. Hubungan PMII dan alumni PMII adalah hubungan historis, kekeluargaan, kesetaraan dan kualitatif
BAGIAN IV
Hak dan Kewajiban Anggota
Pasal 6
Hak Anggota:
1. Anggota biasa berhak memilih dan dipilih
2. Anggota biasa berhak atas pendidikan, kebebasan berpendapat, perlindungan dan pembelaan serta pengampunan (rehabilitasi)
3. Anggota luar bisa berhak mengeluarkan pendapat, mengajukan usul-usul dan pertanyaan-pertanyaan secara lisan maupun tulisan

Pasal 7
1. Anggota biasa berkewajiban membayar uang pangkal dan iuran pada setiap bulan yang besarnya ditentukan oleh Pengurus Cabang
2. Anggota berkewajiban memnuhi ad dan art, peraturan-perturan lainnya serta mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh PMII
3. Anggota berkewajiban menjunjung tinggi dan mempertahankan nama baik agama Islam, bangsa dan organisasi

BAGIAN V
Perangkapan Keanggotaan dan Jabatan

Pasal 8
1. Anggota bisa PMII tidak dapat merangkap dengan keanggotaan organisasi mahasiswa lain yang asas, sifat dan tuuannya bertentangan dengan PMII
2. Anggota bisa dan atau pengurus PMII tidak dapat merangkap sebagai pengurus partai politik dan atau calon legislative dari partai politik apapun
3. Perangkapan keangotaan dan jabatan seperti dimaksudpada ayat 1 dan 2 diatas dikenakan sanksi pemberhentian keangggotaan

BAGIAN VI
Penghargaan dan Sanksi Organisasi

Pasal 9
Penghargaan
1. penghargaan oroganisasi data diberikan kepada anggota yang berprestasi dan atau mengangkat citra dan mengharumkan nama organisasi.
2. bentuk dan tata cara menganugrahkan dan penghargaan diatur dalam ketentuan sendiri.
PASAL 10
Sanksi organisasi
1. sanksi organisasi dapat diberikan kepada anggota karena: melanggar ketentuan ad./art serta peraturan-peraturan PMII, mencemarkan nama baik organisasi
2. sanksi yang diberikan pada anggota berbentuk scorsing dan pemberhentian keanggotaan
3. anggota yang diberi sangsi organisasi dapat mengajukan banding tau pembelaan dalam suatu mekanisme organisasi yan ditentukan
(tetapi khusus untuk ayat tiga perlu dilanjutkan dalam pasal tambanhan tentang mekanisme bandig)

BAB IV
Struktur Organisasi, Susunan Pengurus, Tugas dan Wewenang

Bagian I
Struktur Organisasi

Pasal 11
Struktur organisasi PMII adalah:
1. Pengurus Besar
2. Pengurus Koordinator Cabang
3. Pengurus Cabang
4. Pengurus Komisariat
5. pengurusrayon
BAGIAN II
Susunan Tugas, Wewenang dan Persyaratan Pengurus

Pasal 12
Pengurus Besar
1. Pengurus Besar adalah pimpinan tertinggi PMII pengemban amanat Kongres dan badan eksekutif
2. masa jabatan Pengurus Besara adalah 2 (dua) tahun
3. Pengurus Besar terdiri dari:
a. ketua umum
b. ketua-ketua sebanyak 7 (tujuh) orang
c. sekretaris jenderal
d. sekretaris-sekretaris sebanyak 7 (tujuh) orang
e. bendahara
f. wakil bendahara
g. pengurus lembaga-lembaga
4. Ketua-ketua seperti dimaksud ayat 3 poin b nenbidangi
a. perkaderan dan pengembangan sumberdaya anggota
b. organisasi, hubungan organisasi umum dan kelembagaan politik.
c. Pengembangan pemikiran dan iptek
d. Pendayagunaan potensi organisasi
e. Hubungan luar negri dan kerjasama internasional
f. Pemberdayaan ekonomi dan kelompokprofesional
g. Komunikasi organ gerakan, kepemudaan dan Perguruan Tinggi
5. Ketua umum dipilih oleh Kongres
6. Ketua umum PB tidak dapat dipilij kembali lebih dari 1 (satu) periode
7. Pengurus Besar memiliki tugas dan wewenang:
a. ketua umum memilih sekretaris jenderal dam menusun perangkat kepengurusan secara lengkap dibantu 6 orang formatur yang dipilih Kongres selambat-lambatnya3 x 24 jam pasca formatur terbentuk
b. Pengurus Besar berkewajian menjalankan segala ketentuan yang ditetapkan Kongres, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dan peraturan-peraturan organisasi lainnya, serta memperhatikan nasiha, pertimbangan dan saranmabinas
c. Pengurus Besar berkewajiban mengesahkan susunan pengurus koorcab dan Pengurus Cabang
8. Persyaratan Pengurus Besar adalah:
a. pendidikan formal kaderisasi minimal telah mengikuti PKL
b. pernah aktif di kepengurusan koorcab dan atau cabang minimal satu periode
c. mendapat rekomendasi dari cabang bersangkutan
d. membuat pernyataan bersedia aktif dip b secara tertulis.

Pasal 13
Pengurus Koordinator Cabang
1. PKC merupakan perwakilan PB di wilayah koordinasinya
2. Wilayah koordinasi PKC minimal satu propinsi
3. PKC dapat dibentuk manakala terdapat 2 cabang atau lebih dalam wilayah koordinasi
4. PKC bekedudukan di ibu kota propinsi
5. Masa jabatan PKC adalah 2 (dua) tahun
6. PKC terdiri dari: ktua umum, ketua bidang eksternal, ketua bidang internal, ketua bidang kajian jender dan emansipasi perempuan, sekretaris umum dan sekretarisekternal dan internal, bendahara dan wakil bendahara, dan biro-biro
7. Bidang internal meliputi, kaderisasi dan pengembangan sumber daya anggota, pendayagunaan potensi dan kelembagaan organisasi, kajian pengembangan intlektual, da eksplorasi teknologi, dan pemberdayaan ekonomi dan klompok professional
8. Bidang eksternal melilputi, hubungan dan komunikasi pemerintah dan kebijakan public, organ gerakan, kepemudaan dan Perguruan Tinggi, hubungan lintas agama dan komunikasi indormasi, hubungan dan kerja sama lsm, dan advokasi, ham dan lingkungan hidup.
9. Ketua umum PKC dipilih oleh konferensi koorcab
10. Ketua umum memilih sekretaris umum dan menyusun PKC selengkapnya, dibantu 6 (enam) orang formatur yang dipilih oleh konferenci koorcab dlam waktu selambat-lambatnya 3 x 24 jam
11. PKC baru sah setelah mendapat pengesahan dari PB PMII
12. Ketua umum PKC tidak dapat dipilih kembali lebih dari satu periode
13. PKC memiliki tugas dan wewenang:
a. PKC melaksanakan dan mengembangkan kebijaksanaan tentang berbagai masalah organisasi di lingkungan koordinasinya
b. PKC berkewajiban dan melaksanakan ad/art, keputusan Kongres, keputusan konferenci koorcab, peraturan-peratuan organisasi dan memperhatikan nasihat serta saran mabinas/mabinda
c. PKC berkewajiban menyampaikan menyampaikan laporan kepada PB PMII 6 (enam) bulan sekali
d. pelaporan yang disampaikan PKC meliputi, perkembangan jumlah anggota, aktivitas internal dan ekternal
e. mekanisme pelaporan lebih lanjut akan ditentukan dalam peratuasan organisasi
14. Persyaratan pengurus koorcab:
a. Pendidikan formal kaderisasi minimal telah mengikuti PKL
b. Pernah aktif di kepengurusan cabang minimal satu periode
c. Mendapat rekomendasi dari cabang bersangkutan
d. Membuat pernyataan bersedia aktif di pengurus koorcab secara tertulis

Pasal 14
Pengurus Cabang
1. Cabang dapat dibentuk di kabupaten/kotamadya di daerah yang ada Perguruan Tinggi dengan persetujuan dan rekomendasi dari PKC dan atau cabang terdekat.
2. Cabang dapat dibentuk apabila sekurang-kurangnya ada 2 (dua) komisariat
3. Dalam keadaan dimana ayat (2) di atas tidak dapat dilaksanakan cabang dapat dibentuk apabila telah mencapai 50 (lima puluh anggota dan kecuali pada derah yang mayoritas non muslim)
4. Masa jabatan PC adala 1 tahun
5. Cabang dapat digugurkan statusnya apabila tidak dapat memenuhi klasifikasi dan kriteriayang ditetapkan PB yang menyangkut standar program minimum:
a. Sekurang-kurangnya dalam jangka waktu setahun menyelenggarakan MAPABA dan pelatihan kader formal
b. Sekurang-kurangya dalam jangka satu setengah tahun menyelenggarakan konfferensi cabang

6. Cabang dan Pengurus Cabang dabat dianggap sah apabila telah mendapat pengesahan dari PB
7. PC tediri dari: ketua umum, ketua bidang eksternal, ketua bidang internal, ketua bidang kajian jender dan emansipasi perempuan, sekretaris umum dan sekretaris eksternal dan internal, bendahara dan wakil bendahara, dan biro-biro.
8. Bidang internal meliputi: kaderisasi dn penegembangan sumberdaya anggota, pendayagunaan potensi dan kelembagaan organisasi, kajian, pengembangan intlektual, dan eksplorasi teknologi, dan pemberdayaan ekonomi dan klompok professional.
9. Bidang eksternal meliputi: hubungan dan komuikasi pemerintah dan kebijakan public, organ gerakan, kepemudaan dan Perguruan Tinggi, hubungan lintas agama dan komunikasi informasi, hubungan dan kerjasama lsm dan advokasi, ham dan lingkungan hidup
10. Bila dipandang perlu PC dapat membentuk kelompok minat, profesi, hobi dan lain sebagainya
11. Ketua umum dipilih oleh oleh konferensi cabang
12. Ketua umum memilih sekretaris umum dan manyusun PC selengkap-lengkapnya di Bantu 6 (enam) orang formatur yang dipilih konfercab dalam waktu selambat-lambatnya 3 x 24 jam
13. Ketua umum cabang tidak dapat dipih kembali lebih dari 1 (satu) periode
14. Pengurus Cabang memiliki tugas dan wewenang:
a. PC berkewajiban menjalankan AD/ART keputusan Kongres, Peraturan Organisasi, Keputusan Konfercab, dan memperhatikan nasihat, pertimbangan dan saran Mabincab.
b. PC berkewajiban menyampaikan laporan kepengurusan kepada PKC serta kepada PB secara periodic 4 bulan sekali.
c. Pelaporan yang disampaikan kepada PKC meliputi, perkembangan jumlah anggota, aktivitas internal dan eksternal.
d. Mekanisme pelaporan lebih lanjut akan ditentukan dalam peraturan organisasi.
15. Persyaratan Pengurusan Cabang:
a. Pendidikan Formal Kaderisasi minimal telah mengikuti PKD
b. Pernah aktif di kepengurusan komisariat atau Rayon minimal satu periode
c. Mendapat rekomendasi dari komisariat atau rayon bersangkutan
d. Membuat pernyataan bersedia aktif di Pengurus Cabang secara tertulis.

Pasal 15
Pengurus Komisariat

1. Komisariat dapat dibentuk disetiap Perguruan Tinggi
2. Komisariat dapat dibentuk apabila sekurang-kurangnya telah ada 2 (dua) rayon
3. dalam keaadaan di mana ayat 2 di atas tidak dapat dilaksanakan, komisariat dapat dibentuk apabila sekurang-kurangnya 25 orang
4. Komisariat dan PK dapat dianggap sah setelah mendapatkan pengesahan dari PC
5. Masa jabatan PK adalah setahun
6. PK terdiri dari ketua, wakil ketua, bidang internal, ketua bidang eksternal dan ketua bidang kajian jender dan emansipasi perempuan, sekretaris dan wakil sekretaris sebanyak 3 orang, bendahara dan wakil bendahara
7. Bidang internal meliputi: kaderisai dan pembinaan sumber daya anggota, pendayagunaan aparatur dan potensi organisasi, dan kelembagaan serta kajian intelektual.
8. Bidang eksternal meliputi: komunikasi dengan pihak instansi kampus di wilayahnya, organ gerakan di kampus
9. PK memiliki tugas dan wewenang:
a. PK berkewajiban melaksanakan AD/ART, keputusan Kongres, Peraturan Organisasi dan RTK
b. Pk berkewajiban menyampaikan laporan kepengurusan kepada PC secara periodic 4 bulan sekali.
c. Pelaporan yang disampaikan PK meliputi perkembangan jumlah anggota, aktivitas internal dan eksternal.
d. Mekanisme pelaporan lebih lanjut akan ditentukan dalam peraturan organisasi.
10. Persyaratan Pengurusan Komisariat:
a. Pendidikan Formal Kaderisasi minimal telah mengikuti PKD
b. Pernah aktif di kepengurusan Rayon minimal satu periode
c. Mendapat rekomendasi dari rayon bersangkutan
d. Membuat pernyataan bersedia aktif di Pengurus Komisariat secara tertulis.

Pasar 16
Pengurus Rayon

1. Rayon dapat dibentuk di setiap fakultas atau setingkatnya, apabila telah memiliki sekurang-kurangnya 10 orang anggota
2. rayon sudah dapat dibentuk ditempat yang dianggap perlu oleh PK apabila telah memiliki sekurang-kurangnya 10 anggota
3. Pengurus Rayon dapat dianggap sah apabila telah mendapat pengesahan dari PC
4. masa jabatan PR setahun
5. ketua rayon dipilih oleh RTAR
6. PR terdiri dari: ketua, wakil ketua, sekretaris, wakil sekretaris, bendahara, wakil bendahara dan beberapa departemen yang disesuaikan dengan studi minat, hobi, profesi, kesejahteraan, bakti kemasyarakatan dan keagamaan.
7. PR memiliki tugas dan wewenang:
a. PR berkewajiban melaksanakan AD/ART, keputusan Kongres dan RTAR
b. PR berkewajiban menyampaikan laporan kepengurusan kepada PK dengan tembusan kepada PC secara periodic.
c. Pelaporan yang disampaikan PR kepada PK meliputi perkembangan jumlah anggota, aktivitas internal dan eksternal.
d. Mekanisme pelaporan lebih lanjut akan ditentukan dalam peraturan organisasi.
8. Persyaratan Pengurusan Rayon:
a. Pendidikan Formal Kaderisasi minimal telah mengikuti PKD dan atau MAPABA dari Rayon bersangkutan
b. Membuat pernyataan bersedia aktif di Pengurus Rayon secara tertulis.

BAB V
LEMBAGA-LEMBAGA

Pasal 17

1. Lembaga adalah badan yang dibentuk dan hanya berada ditingkat PB berfungsi sebagai laboratorium dan pengembangan sesuai dengan bidangnya.
2. Lembaga-lembaga tersebut terdiri dari:
a. Lembaga pengembangan kaderisasi dan pelatihan (LPKP)
b. Lembaga penelitian dan pengembangan (LITBANG)
c. Lembaga kajian dan pengembangan ekonomi dan kewiraswastaan (LPEK)
d. Lembaga kajian dan advokasi gender (LSAG)
e. Lembaga studi Islam dan kemasyarakatan (LSIK)
f. Lembaga kebijakan public dan otonomi daerah (LKPOD)
g. Lembaga kajian masalah internasional (LKMI)
h. Lembaga kajian sosial budaya (LKSB)
i. Lembaga sains dan teknologi informasi (LSTI)
j. Lembaga pers, penerbitan dan jurnalistik (LP2J)
k. Lembaga bantuan hokum (LBH)
l. Lembaga studi advokasi buruh, tanah tani dan nelayan (LSTAN)
3. Lembaga berstatus semi otonom di bawah koordinasi dan tanggung jawab kepada PB
4. Lembaga tidak punya struktur hirarki kebawah
5. Lembaga sekurang-kurangnya terdiri dari: ketua, sekretaris dan bendahara
6. Kedudukan lembaga ditentukan oleh PB setelah mendapat persetujua PC di tempat lembaga akan didudukkan
7. Pedoman dan tata kerja lembaga disusun oleh lembaga masing-masing dengan mengacu pada ketentuan atau kebijaksanaan yang ditetapkan PB
8. Kebijaksanaan tentang tata kerja, pola koordinasi dan mekanisme organisasi lembaga-lembaga akan diatur kemudian dalam ketentuan tersendiri

BAB VI
PENGISIAN LOWONGAN JABATAN ANTAR WAKTU

Pasal 18
1. Apabila terjadi lowongan jabatan antar waktu maka lowongan tersebut diisi oleh anggota pengurus yang berada dalam urutan langsung dibawahnya
2. Dalam kondisi di mana tidak dapat dilakukan pengisian lowongan jabatan antar waktu, maka lowongan jabatan dapat diisi oleh anggota pengurus lainnya berdasarkan keputusan rapat pengurus harian yang khusus diadakan untuk itu

BAB VII
KUOTA KEPENGURUSAN

Pasal 19
1. Kepengurusan disetiap tingkat harus menempatkan anggota perempuan dari sepertiga keseluruhan anggota pengurus
2. Setiap kegiatan PMII harus menempatkan anggota perempuan sepertiga dari keseluruhan anggota

BAB VIII
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Pasal 20
Pemberdayaan perempuan PMII diwujudkan dengan pembentukan wadah perempuan

BAB IX
WADAH PEREMPUAN

Pasal 21

1. Wadah perempuan dalam PMII dipersiapkan pembentukannya oleh kelompok kerja yang dipilih dan disahkan oleh Kongres
2. Kelompok Kerja (POKJA) adalah kader-kader puteri yang dipilih dan disahkan oleh Kongres yang diberi hak tugas dan wewenang untuk mempersiapkan pembentukan wadah perempuan
3. Kader perempuan dipilih oleh Cabang dari:
a. Lima orang kader perempuan PMII yang direkomendasikan oleh Propinsi masing-masing
b. Tiga orang kader PMII yang pilih langsung oleh Kongres
c. Satu orang perempuan PB PMII demisioner
d. Satu orang ketua PB yang terpilih
e. Ketua Umum dan sekjend terpilih
4. Tujuan dan wewenang kelompok kerja:
a. Kelompok kerja bertugas membentuk dan mengagendakan kerjanya sendiri
b. Kelompok kerja bertugas memfasilitasi forum-forum untuk persiapan pembentukan wadah perempuan
c. Masa kerja pokja selama 6 bulan dan dinyatakan berakhir setelah terbentuknya wadah perempuan dan struktur pengurus yang dipilih melaui forum yang disepakati



BAB X
MAJLIS PEMBINA

Pasal 22

1. Majlis Pembina adalah badan yang terdapat di tingkat organisasi PB, Koorcab dan cabang
2. Majlis Pembina ditingkat PB disebut MABINAS
3. Majlis Pembina ditingkat Koorcab disebut MABINDA
4. Majlis Pembina tingkat cabang disebut MABINCAB

Pasal 23

1. Tugas dan fungsi majlis Pembina:
a. Memberikan nasihat, gagasan pengembangan dan saran kepada pengurus PMII baik diminta maupun tidak
b. Membina dan mengembangkan secara informal kader-kader PMII di bidang intelektual dan profesi
2. Susunan majlis Pembina terdiri dari 7 orang, yakni:
a. Satu orang ketua merangkap anggota
b. Satu orang sekretaris merangkap anggota
c. Lima orang anggota
3. Keanggotaan majlis dipilih dan ditetapkan pengurus ditingkat masing-masing

BAB XI
Permusyawaratan

Pasal 24

Musyawarah dalam organsasi PMII terdiri dari:
a. Kongres
b. Musyawarah Pimpinan Nasional
c. Musyawarah Kerja Nasional
d. Konferensi Coordinator Cabang
e. Musyawara Pimpinan Daerah
f. Rapat Kerja Koorcab
g. Konferensi Cabang
h. Musyawarah Pimpinan Cabang
i. Rapat Kerja Cabang
j. Rapat Tahunan Komisariat (RTK)
k. Rapat Tahunan Anggota Rayon (RTAR)
l. Kongres Luar Biasa (KLB)
m. Konferensi Koorcab Luar Biasa (Konkoorcab LB)
n. Konferensi Cabang Luar Biasa (Konfercab LB)
o. Rapat Tahunan Komisariat Luar Biasa (RTK LB)
p. Rapat Tahunan Anggota Rayon Luar Biasa (RTAR LB)

Pasal 25
Kongres

1. Kongres merupakan forum musyawarah tertinggi dalam organisasi
2. Kongres dihadiri oleh utusan cabang dan peninjau
3. Kongres diadakan tiap 2 tahun sekali
4. Kongres sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya separuh lebih satu dari jumlah cabang yang sah
5. Kongres memiliki kewenangan:
a. menetapkan/mengubah AD/ART PMII
b. menetapkan dan mengubah NDP PMII
c. menetapkan paradigma gerakan PMII
d. menetapkan strategi pengembangan PMII
e. menetapkan kebijakan umum dan GBHO
f. menetapkan system perkaderan PMII
g. menetapkan ketua umum dan tim formatur
h. menetapkan anggaran pendapatan dan belanja organisasi

Pasal 25
Musyawarah Pimpinan Nasional

Musyawarah pimpinan nasional
1. Muspimnas adalah forum tertinggi atau institusi tertinggi setelah Kongres
2. Muspimnas dihadiri oleh sumua Pengurus Besar, dan ketua umum PKC
3. Muspimnas diadakan paling sedikit satu kali dalam satu periode kepengurusan
4. Muspimnas menghasilkan ketetapan organisasi dan PO

Pasal 26
Musyawarah Kerja Nasional

1. Mukernas dilaksanakan oleh PB PMII
2. Mukernas dilaksanakan setidaknya satu kali atau lebih selama satu periode
3. Peserta mukernas adalah pengurus harian PB dan lembaga-lembaga
4. Mukernas memiliki kewenangan: membuat dan menetapkan action planning berdasarkan program kerja yang diputuskan di Kongres

Pasal 27
Konferensi Koorcab

Konferensi Koorcab
1. Dihadiri oleh utusan cabang
2. Dapat berlangsung apabila dihadiri oleh 2/3 dari jumlah cabang yang sah
3. Diadakan setiap satu tahun sekali
4. Konferkoorcab memiliki wewenang:
a. menyusun program kerja koorcab dalam rangka pelaksanaan program dan kebijakan PMII
b. menilai laporan pertanggungjawaban PKC
c. memilih ketua umum koorcab dan tim formatur

Pasal 28
Musyawarah Pimpinan Daerah (MUSPIMDA)

1. Musyawarah pimpinan daerah adalah forum tertinggi atau institusi tertinggi setelah konferkoorcab
2. Musyawarah pimpinan daerah dihadiri semua PKC dan ketua umum PC yang berada dalam wilayah koordinasinya
3. Musyawarah pimpinan daerah diadakan paling sedikit 6 bulan sekali, sebelum pelaksanaan muspimnas
4. Musyawarah pimpinan daerah memiliki kewengan:
a. menetapkan dan mengubah peraturan organisasi yang mengikat kondisi local sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi
b. evaluasi program selama satu semester baik bidang internal maupun eksternal
c. mengesahkan laporan organisasi dari berbagai wilayah koordinasi

Pasal 29
Musyawarah Kerja Koorcab

1. Muker koorcab dilaksanakan oleh PKC paling sedikit satu kali dalam masa kepengurusan
2. Muker koorcab berwenang merumuskan action plan berdasarkan program kerja yang diputuskan di konfer koorcab

Pasal 30
Konfer Koorcab

1. Konferkoorcab adalah forum musyawarah tertinggi ditingkat cabang
2. Konferensi di hadiri oleh utusan komisariat dan rayon
3. Apabila cabang dibentuk berdasarkan ART pasal 14 ayat 3 maka Konfercab dihadiri oleh setengah anggota yang ada ditambah Satu
4. Konfercab diangggap sah apabila dihadiri oleh 2/3 peserta atau suara yang sah
5. Konfercab diadakan satu tahun sekali
6. Konfercab memiliki wewenang:
a. menysun program kerja cabang dalam rangka pelaksanaan program kerja umum dan kebijakan PMII
b. menilai laporan pertanggung jawaban pengurus PC
c. memilih ketua umum dan tim formatur

Pasal 31
Musyawarah Pimpinan Cabang (MUSPIMCAB)

1. Musyawarah pimpinan cabang adalah forum tertinggi atau institusi tertinggi setelah konfercab
2. Musyawarah pimpinan cabang dihadiri semua PC dan ketua umum PK dan ketua umum Rayon
3. Musyawarah pimpinan cabang diadakan paling sedikit empat bulan sekali sebelum pelaksaan Muspimda
4. Musyawarah pimpinan cabang memiliki kewenagan:
a. menetapkan dan mengubah peraturan organisasi yang mengikat kondisi local sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi
b. evaluasi program PC selama catur wulan
c. mengesahkan laporan organisasi dari PK dan pengurus rayon

Pasal 32
Musyawarah Kerja Cabang
1. Menyusun dan menetapkan action plan selam satu periode berdasarkan hasil dari konfercab
2. Mukercab dilaksanakan PC
3. Peserta mukercab adalah seluruh pengurus harian dan badan-badan dilingkungan PC
pasal 33
Rapat Tahunan Komisariat
1. RTK adalah forum tertinggi atau institusi tertinggi ditingkat komisariat
2. RTK dihadiri oleh utusan rayon
3. Apabila komisariat dibentuk berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam pasal 15 ayat 3 maka RTK dihadiri oleh anggota komisariat
4. RTK berlangsung dan diangggap sah apabila dihadiri minimal oleh 2/3 rayon yang sah
5. RTK diadakan satu tahun sekali
6. RTK memiliki wewenang:
a. Menysun program kerja komisariat dalam rangka pelaksanaan program kerja umum dan kebijakan PMII
b. menilai laporan pertanggung jawaban pengurus komisariat
c. memilih ketua umum komisariat dan tim formatur
Pasal 34
Rapat Tahunan Anggota Rayon
1. RTAR dihadiri oleh pengurus rayon dan anggota PMII dilingkungannya
2. Diadakan setahun sekali
3. Dapat berlangsung dan dianggap sah apabila dihadiri minimal 2/3 jumlah anggota
4. Menyusun program kerja rayon dalam rangka penjabaran program dan pelaksanaan program umum dan kebijakan PMII
5. Memiliki laporan kegiatan pangurus rayon
6. Memilih ketua dan tim formatur
7. Setiap anggota mempunyai satu suara

Pasal 35
kongres Luar Biasa (KLB)

1. KLB marupakan forum yang setingkat dengan Kongres
2. KLB diadakan apabila terdapat pelanggaran terhadapat konstitusi (AD/ART dan atau peraturan organisasi) yang dilakukan pengurus besar
3. Ketentuan pelanggaran konstitusi ditetapkan oleh mahkamah konstitusi PMII, yang akan diatur dalam peraturan organsasi
4. KLB diadakan atas usulan setengan plus satu dari jumlah cabang yang sah
5. Sebelum diadakan KLB, setelah syarat sebagaimana disebut dalam point 2 dan 3 terpenuhi, kepengurusan PB diambil alih oleh majlis Pembina nasional (Mabinas), yang kemudian membentuk panitia KLB yang terdiri dari unsure Mabinas dan cabang-cabang

Pasal 36
Konferensi Koordinator Cabang Luar Biasa (KONKOORCAB LB)
1. Konkoorcab LB merupakan forum yang setingkat dengan konkoorcab
2. Konkoorcab LB diadakan apabila terdapat pelanggaran terhadapat konstitusi (AD/ART dan atau peraturan organisasi) yang dilakukan pengurus coordinator cabang
3. Ketentuan pelanggaran konstitusi ditetapkan oleh mahkamah konstitusi PMII, yang akan diatur dalam peraturan organsasi
4. Konkoorcab LB diadakan atas usulan 2/3 dari jumlah cabang yang sah
5. Sebelum diadakan Konkoorcab LB, setelah syarat sebagaimana disebut dalam point 2 dan 3 terpenuhi, kepengurusan korcab didemisioner dan diambil alih oleh pengurus besar, yang kemudian membentuk panitia Konkoorcab LB yang terdiri dari unsur PB dan cabang-cabang

Pasal 37
Konferensi Cabang Luar Biasa (KORFERCAB Lb)

1. KORFERCAB LB merupakan forum yang setingkat dengan konfercab
2. Korfercab LB diadakan apabila terdapat pelanggaran terhadapat konstitusi (AD/ART dan atau peraturan organisasi) yang dilakukan pengurus cabang
3. Ketentuan pelanggaran konstitusi ditetapkan oleh mahkamah konstitusi PMII, yang akan diatur dalam peraturan organsasi
4. Korfercab LB diadakan atas usulan 2/3 dari jumlah komisariat yang sah
5. Sebelum diadakan Korfercab LB, setelah syarat sebagaimana disebut dalam point 2 dan 3 terpenuhi, kepengurusan cabang didemisioner dan diambil alih oleh pengurus besar, yang kemudian membentuk panitia Korfercab LB yang terdiri dari unsur pengurus korcab dan komisariat-komisariat.

Pasal 38
Rapat Tahunan Komisariat Luar Biasa (RTK LB)

1. RTK LB merupakan forum yang setingkat dengan RTK
2. RTK LB diadakan apabila terdapat pelanggaran terhadapat konstitusi (AD/ART dan atau peraturan organisasi) yang dilakukan pengurus komisariat
3. RTK LB diadakan atas usulan 2/3 dari jumlah rayon yang sah
4. Ketentuan pelanggaran konstitusi ditetapkan oleh mahkamah konstitusi PMII, yang akan diatur dalam peraturan organsasi
5. Sebelum diadakan RTK LB, setelah syarat sebagaimana disebut dalam point 2 dan 3 terpenuhi, kepengurusan komisariat didemisioner dan diambil alih oleh pengurus cabang, yang kemudian membentuk panitia RTK LB yang terdiri dari unsur pengurus cabang dan rayon-rayon

Pasal 39
Rapat Tahunan Rayon Luar Biasa (RTAR Lb)

1. RTAR LB merupakan forum yang setingkat dengan RTAR
2. RTAR LB diadakan apabila terdapat pelanggaran terhadapat konstitusi (AD/ART dan atau peraturan organisasi) yang dilakukan pengurus rayon
3. RTAR LB diadakan atas usulan 2/3 dari jumlah anggota yang sah
4. Ketentuan pelanggaran konstitusi ditetapkan oleh mahkamah konstitusi PMII, yang akan diatur dalam peraturan organsasi
5. Sebelum diadakan RTAR LB, setelah syarat sebagaimana disebut dalam point 2 dan 3 terpenuhi, kepengurusan rayon didemisioner dan diambil alih oleh pengurus cabang, yang kemudian membentuk panitia RTAR LB yang terdiri dari unsur pengurus komisariat dan anggota rayon

Pasal 40
Penghitungan Anggota

1. Setiap anggota dianggap mempunyai bobot kuota manakala telah ditetapkan oleh PB berdasarkan pelaporan organisasi yang disampaikan PKC dan PC
2. Ketentuan pelaporan anggota akan ditentukan dalam peraturan organisasi

Pasal 41
Quorum dan Pengambilan Keputusan

1. Musyawarah, konferensi dan rapat-rapat seperti tersebut dalam pasal 22 ART ini adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah peserta
2. Pengambilan keputusan pada dasarnya diusahakan sejauh mungkin secara musyawarah untuk mufakat dan apabila hal ini tidak tercapai maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak
3. Keputusan mengenai pemilihan seseorang dilaksanakan secara bebas dan rahasia
4. Dalam hal pemilihan terdapat suara yang seimbang, maka pemilihan diulang kembali
5. Manakala dalam pemilihan kedua masih terdapat suara yang sama, maka akan ditentukan dengan mekanisme undi (qur’ah) yang dipimpin pimpinan siding dengan asas musyawarah dan kekeluargaan
BAB XII
¬Keuangan

Pasal 42

1. Uang pangkal dibagi menurut ketentuan sebagai berikut:
a. untuk PB 25%
b. untuk Koorcab 75%
2. Uang iuran dibagi menurut ketentuan sebagai berikut:
a. untuk rayon 60 %
b. untuk komisariat 20%
c. untuk cabang 20%
3. Besarnya uang pangkal dan iuran ditentukan oleh PC

BAB XIII
Perubahan dan peralihan

Pasal 43
Perubahan

1. Perubahan ART ini hanya dapat dilakukan oleh Kongres dan referendum yang khusus diadakan untuk itu
2. Keputusan ART baru sah apabila disetujui oleh 2/3 jumlah cabang yang sah

Pasal 44
Peralihan

1. Apabila segala badan-badan dan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh ART ini belum terbentuk, maka ketentuan lama akan tetap berlaku sejauh tidak bertentangan dengan ART ini
2. Untuk melaksanakan perubahan organisasi harus dibentuk panitia pembubaran, guna menyelesaikan segala sesuatu diseluruh jajaran organisasi
3. Kekayaan PMII setelah pembubaran diserahkan kepada Organisasi yang seazas dan setujuan

BAB XIV
Penutup

Pasal 45

1. Hal-hal yang belum diatur dalam ART ini akan ditetapkan oleh PB dalam peraturan organisasi
2. ART ini ditetapkan oleh Kongres sejak tanggal ditatapkan

Momentum Rakyat
09 April 2009 18:30
Kunjungan Presiden di Lamongan: Momentum Rakyat Menyampaikan Aspirasi Secara Langsung

Sampaikanlah pikiranmu. Jika ia benar, ia telah menunjukkan kenyataan. Dan jika ia salah, ia akan merangsang lahirnya pemikiran yang lebih benar, baik ketika benar. Bahkan salah menyampaikan pemikiran selalu lebih baik dari pada diam sama sekali.
(Iqbal Ali)
Presiden VI Republik Indonesia Bapak Susilo Bambang Yudoyono tanggal 17 Februari mendatang akan melakukan kunjungan di Kabupaten Lamongan. Dalam kunjungannya tersebut, Presiden akan meresmikan Program seribu rumah di Lamongan sebagaimana ditulis Radar Bojonegoro (13/2).
Secara sederhana kunjungan seorang Presiden sebagai Kepala Negara dapat dipahami sebagai hadirnya seorang pemimpin di tengah-tengah rakyatnya. Dalam konteks ini ada makna yang sangat penting dimana Rakyat dan Presiden bisa bertatap muka secara langsung. Bisa diandaikan dalam momen seperti itu Rakyat mempunyai kesempatan yang cukup luas dan penuh kejujuran untuk menyampaikan aspirasinya. Meski dari masyarakat yang paling bawah sekalipun. Apalagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah kepala Negara yang dipilih dan didaulat secara langsung oleh rakyat Indonesia.
Selain itu, bisa dikatakan kunjungan seorang Presiden ke daerah merupakan momen yang sangat berarti bagi seluruh rakyat Negara yang bersangkutan. Apalagi dalam kondisi bangsa yang belum juga kunjung menentu di segala bidang. Dimana semenjak bangsa Indonesia menegaskan dirinya untuk merdeka dan berdaulat sampai hari ini belum juga cita-cita kemerdekaan itu terwujud secara maksimal. Justru akhir-akhir ini dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia semacam ada indikasi yang tidak sehat akibat perseteruan politik antar elit bangsa untuk berebut kuasa seirirama dengan semakin hajatan demokrasi di Indonesia. Baik pemilihan legislitaf, presiden maupun kepala daerah. Celakanya, kondisi seperti ini hampir terjadi di semua level kekuasaan (baca: pemerintahan) baik level nasional (pusat), regional (propinsi), maupun level lokal (kabupaten) bahkan sampai level desa, kelurahan bahkan level RT sekalipun. Belum lagi kepentingan segelintir elit masyarakat yang berusaha mendistorsi dan berusaha membajak agenda kebangsaan yang plural dan menjunjung tinggi sikap toleransi dengan klaim agama, kebebasan, kebenaran, perjuangan atas nama rakyat dan lain-lain untuk kepentingan individu semakin memperkeruh dan meresahkan rakyat.
Dari situ bisa dilihat betapa kompleksnya persoalan yang melilit bangsa ini. Sehingga kunjungan Presiden sangat tidak bijaksana dan tidak penting (bahkan bisa mubazdir alias sia-sia) ketika kunjungan tersebut hanya dilakukan secara formal-seremonial semata yang cenderung jauh dari subtansi tujuan dan kebutuhan narasi fakta bangsa seperti di atas. Dimana, persoalan grass root diabaikan sedangkan kepentingan elit sangat terakomidir disana. Apalagi kunjungan Presiden adalah aktivitas kenegaraan yang sudah barang tentu menggunakan fasilitas Negara yang sepenuhnya adalah hak rakyat.
Kiranya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh semua elit bangsa ini umumnya dan elit kabupaten Lamongan khususnya dalam mensikapi kunjungan seorang kepala Negara di Lamongan 17 Februari mendatang.
Pertama, kunjungan tersebut harus mampu menjadi ruang komunikasi antara rakyat dengan presiden secara langsung tanpa mengurangi rasa hormat rakyat kepada presiden selaku kepala negara. Sehingga kepala Negara benar-banar mengetahui psikologi rakyatnya. Ini sangat penting dalam rangka membantu seorang kepala Negara dalam menentukan kebijakan yang bijaksana kepada rakyatnya.
Kedua, kunjungan kenegaraan oleh seorang kepala Negara diharapkan bisa menjadi evaluasi kepada Pemkab (Pemerintah Kabupaten) dan unsur-unsurrnya baik legislatif, eksekutif, yudikatif dan elit masyarakat oleh presiden dari beragam prespektif. Tidak hanya dari prespektif birokrasi Pemkab semata. Apalagi dari temuan beberapa LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan elit publik, stake holder local terlepas dari penghargaan-penghargaan yang telah diraihnya Lamongan terindikasi sebagai sarang KKN, hegemonik dan cenderung otoriter.
Misalnya keuangan daerah yang tidak transparan dan tidak jelas pembelanjaanya. Dan lagi yang aktual adalah kasus proses seleksi anggota KPUK (Komisi Pemilihan Umum Kabupaten) oleh Timsel (Tim Seleksi) yang sangat rentan manipulasi dalam mewujudkan pelaksanaan demokrasi sebenarnya yang belum juga tuntas penyelesaiannya sampai hari ini. Dan persoalan-persoalan pengadaan fisik sarana publik, PKL (Pedagang Kaki Lima) dan lain sebagainya.
Menurut Ahmad Erani Yustika (Sindo, 2009) secara teoritis, struktur pemerintahan otoriter membentuk kebijakan (ekonomi) yang cenderung hanya membagi kesejahteraan kepada pelaku ekonomi yang memiliki akses terhadap pengambil kebijakan. Hasilnya, ekonomi memusat kepada aktor-aktor yang dekat dengan elit pemerintah atau para kerabatnya. Inilah yang disebut Hernando de Soto dengan istilah “redistributive combines”.
Lebih lanjut Erani Yustika mengatakan, struktur politik yang demokratis membatasi watak kebijakan kolusif/nepotis. Sehingga terdapat penyebaran aktor-aktor ekonomi yang menuai kemanfaatan dari kebijakan ekonomi. Hasilnya, tidak ada dominasi dalam kegiatan ekonomi. Itu menujukkan ada indikasi masalah mendasar untuk turut penanganan serius sebagai langkah preventif dari presiden yang notabenenya merupakan representasi pemerintah pusat.
Ketiga, kunjungan seorang kepala Negara diharapkan bisa memberi motivasi kepada rakyat untuk tetap optimis menatap masa depan. Dengan itu dimaksudkan akan tercipta sebuah etos kerja yang baik untuk selalu menjunjung tinggi nilai kejujuran, sportivitas dan komitmen kebersamaan dalam mengupayakan terciptanya iklim yang damai selalu tetap terjaga. Itu penting terlebih kondisi bangsa yang relatif belum establish seperti sekarang ini.
Dimana gejala itu terefleksi secara jelas dari semakin maraknya pemberitaan kasus-kasus kriminal oleh media massa seperti kenakalan remaja, anarkisme massal baik yang mengatas namakan agama maupun kebebasan, tingginya angka pengangguran, tumbuh suburnya sikap pragmatisme di tengah-tengah masyarakat dan lain sebagainya.
Di aras inilah presiden sebagai kepala Negara mempunyai peran penting leadership untuk mencegah terjadinya konflik, bendeng ceweng dan mampu memotifasi sekaligus menjaga keseimbangan hubungan sosiologis rakyatnya. Baik hubungan fertikal maupun horizontal. Namun bukan berarti motivasi presiden tersebut dibuat sebagai candu yang membuai rakyat apalagi diperalat untuk kepentingan kampanye yang mengobral janji untuk memenuhi kepentingan pribadi semata.
Dan Keempat, yang tidak kalah pentingnya dalam momentum kunjungnan kepala Negara adalah agenda memperkukuh NKRI (Negara Kesatuan republik Indonesia). Bahwa bangsa Indonesia telah final untuk selalu komitmen dan menjaga pancasila sebagai falasafah dan ideologi Negara sampai titik darah penghabisan. Karena diakui atau tidak, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita akhir-akhir ini terdapat indikasi masuknya kekuatan yang cukup massif untuk merongrong kebinekaan, toleransi dan pluralisme bangsa Indonesia.
Singkatnya, kekuatan disintegrasi terhadap NKRI harus selalu diwaspadai oleh seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama, bergandeng renteng, saiyek saeko proyo menjaga kedaulatan NKRI tersebut.
Kiranya benar, bahwa Presiden adalah simbol Negara. Merupakan kewajiban seluruh elemen bangsa ini untuk menghormati dan menjunjung tinggi seorang kepala Negara. Merupakan pelanggaran besar dan merendahkan martabat sebuah bangsa ketika kepala Negara tidak dihormati. Demikian juga bisa menjadi tindakan pembodohan kepada rakyat ketika penghormatan itu hanya berorientasi kepada formal-ceremonial belaka. Apalagi kemudian penghormatan itu hanya berorientasi kepada sikap ABS (Asal Bapak Senang). Tentu yang seperti itu jauh lebih merendahkan martabat sebagai sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat penuh yang terbingkai di dalam naungan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) tentunya.
Ahirnya, merupakan sebuah tanggung jawab bersama sebagai warga Negara untuk selalu menjaga kewibawaan Negara. Presiden adalah merupakan kepala Negara, pemimpin formal tertinggi di Negeri ini. Sudah selayaknya seorang presiden disambut dengan penuh rasa hormat dan rasa syukur sebagai rakyatnya. Sebagaimana dalam al-Qur’an di tegaskan ati’ullah wa athiurrosul wa ulil amri min kum tanpa harus mengabaikan untuk selalu berihtiyar mernunaikan watawa soubilhaq watawa soubil as sober. Semoga
NDP & Aswajah
12 April 2009 17:54
NILAI DASAR PERGERAKAN (NDP)
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA
Nilai Dasar Pergerakan (NDP); Antara Dialektika dan Integrasi Gerakan
Kita mungkin masih ingat dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang kira-kira artinya: “Perbedaan di antara umatku adalah Rahmat”, perbedaan yang kiranya difahami sebagai sebuah ragam pemikiran yang akan terjadi nanti setelah beliau wafat. Mungkin kita juga masih mengingat bahwa suatu saat beliau pernah bersabda ”Kalian semua lebih mengerti urusan kalian”, sebuah stateman yang keluar karena kecerobohan dirinya yang menyuruh seorang petani kurma untuk menyilangkan pohonnya sehingga hasil yang didapatkan tidak sebagus yang diinginkan.
Dengan fenomena seperti itu, tentunya Islam sudah menjadi agama yang berkembang dengan beragam pemikiran baik dalam hal profan atau sakral. Perkembangan peradaban yang tiada tara dan menjadi sebuah aset penting bagi generasi berikutnya. Tetapi, mengapa justru saat ini umat Islam mengalami gradasi pengetahuan. Kebodohan dan pembodohan terus merajalela sehingga Islam kini identik sebagai agama orang-orang yang bodoh dan miskin.
Zaman renaissance di barat, tepatnya kemunculan langit kebodohan yang kelam itu. Masa dimana justru orang-orang barat yang notabene beragama Kristen terlepas dari kejamnya belenggu agamawan yang menguras habis seluruh pemikiran brilian di zaman abad pertengahan. Sebut saja, Nicolaus Copernicus yang harus mati dipenggal karena menentang dogmatisme agama saat itu yang mengatakan tentang bumi sebagai pusat alam semesta dan yang lain berputar mengitari bumi serta mengatkan bahwa bumi ini berbentuk datar sehingga bumi ini jika ditelusuri maka pasti ditemukan ujungnya. Seperti itulah gambaran umat Islam saat ini. Gambaran yang sudah terjadi ratusan tahun silam di barat. Fenomena seperti itu datang menyerang umat Islam saat ini dan muncul berawal dari buku karya Al-Ghazali yang berjudul Tahafudh al-Falasifah, buku yang mengupas habis seluruh pemikirannya yang skeptis terhadap pemikiran filsafat yang notabenenya memang spekulatif, walaupun banyak filsuf lain menduga ia telah kehilangan konsistensi pemikiran karena sebelumnya selama dua tahun ia belajar filsafat dan menulis buku berjudul Al-Maqasid al-Falasifah yang justru memuji pemikiran filsafat yang kritis.
Sejak itulah umat Islam menganggap bahwa pintu ijtihad telah tertutup dan pemikiran ulama zaman dahulu adalah hal yang final dan tidak perlu ditelaah kembali. Pengkultusan terhadap seseorang membuat semua kejayaan masa lalu musnah tak tersisa, yang ada hanyalah kebodohan dan pembodohan massal dan tidak tahu kapan berakhirnya.
Fenomena di atas cukup sebagai pembelajaran bagi kita, generasi muda umat Islam, agar tidak terjadi lagi untuk ke sekian kalinya. Cukup lama sudah kita terbelenggu oleh jahatnya pembodohan, kini saatnya kita mulai berfikir kritis, apalagi jika kita adalah seorang kader organisasi pergerakan yang sejatinya terus begeliat mencari makna. Dengan berfikir melalui paradigma kritis-transformatif, kita akan terus berfikir bebas tanpa rasa takut akan kehilangan esensi ke-Tauhid-an, karena di sini kita dituntut untuk berfikir free from dan free for (bebas dari dan bebas untuk) tanpa melupakan bahwa harus ada keharmonisan hubungan antara manusia dengan Allah dan alam, karena tanpa keharmonisan hubungan antara manusia, Allah dan alam, apalah artinya seorang manusia.
Lebih lanjut, kita juga dituntut untuk berfikir dengan melihat demarkasi (garis pemisah) yang tegas antara wilayah profan (keduniaan) dan sakral (keagamaan), sehingga tidak ada lagi sekularisme (ateisme, tanpa Tuhan) dalam berfikir, yang ada adalah sekularisasi (proses berfikir dengan batas demarkasi antara wilayah profan dan sakral).
Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII
Mukadimah
Senantiasa memohon dan menjadikan Allah SWT sebagai sumber segala kebenaran dan tujuan hidup. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia berusaha menggali nilai-nilai ideal-moral, lahir dari pengalaman dan keberpihakan insan warga pergerakan dalam bentuk rumusan-rumusan yang diberi nama Nilai dasar Pergerakan (NDP) PMII. hal ini dibutuhkan untuk memberi kerangka, arti motivasi pergerakan dan sekaligus memberikan legitimasi dan memperjelas terhadap apa saja yang akan dan harus dilakukan untuk mencapai cita-cita perjuangan sesuai dengan maksud didirikannya organisasi ini.
NDP adalah tali pengikat (kalimatun sawa) yang mempertemukan semua warga pergerakan dalam ranah dan semangat perjuangan yang sama. Seluruh warga PMII harus memahami dan menginternalisasikan nilai dasar PMII itu, baik secara personal atau secara bersama-sama, dalam medan perjuangan social yang lebih luas dengan melakukan keberpihakan nyata melawan ketidakadilan, kesewenang-wenangan, kekerasan, dan tindakan-tindakan negative lainnya. NDP ini, dengan demikian senantiasa memiliki kepedulian sosial yang tinggi (faqih fi mashalih al-kahliq fi ad-dunya atau faham dan peka terhadap kemaslahaatan mahluk dunia).
BAB I
ARTI, FUNGSI DAN KEDUDUKAN
ARTI
NDP adalah nilai-nilai yang secara mendasar merupakan sublimasi nilai-nilai ke-Islaman (kemerdekaan/tawasuth/al-hurriyah, persamaan/tawazun/al-musawa, keadilan/ta’adul, toleran/tasamuh) dan ke-Indonesia-an (keberagaman suku, agama dan ras; beribu pulau; persilangan budaya) dengan kerangka pemahaman Ahlusunnah wal Jama’ah yang menjiwai berbagai aturan, memberi arah, mendorong serta penggerak kegiatan-kegiatan PMII. Sebagai pemberi keyakinan dan pembenar mutlak, Islam mendasari, memberi spirit dan élan vital pergerakan yang meliputi cakupan Iman, Islam, Ihsan dalam upaya memperoleh kesejahteraan hidup didunia dan akhirat.
Dalam upaya memahami, menghayati dan mengamalkan Islam tersebut, PMII menjadikan Ahlusunnah wal Jama’ah sebagai manhaj al-fikr sekaligus manhaj al-taghayyur al-ijtima’i (perubahan sosial) untuk mendekontruksi sekaligus merekontruksi bentuk-bentuk pemahaman dan aktualisasi ajaran-ajaran agama toleran, humanis, anti kekerasan dan kritis transformatif.
FUNGSI
A. Kerangka Refleksi (landasan berpikir)
Sebagai kerangka refleksi, NDP bergerak dalam pertarungan ide-ide, paradigma, nilai-nilai yang akan memperkuat nilai-nilai yang akan memperkuat tingkat kebenaran-kebenaran ideal. Ideal-ideal itu menjadi sesuatu yang mengikat, absolut, total, universal berlaku menembus keberbagaian ruang dan waktu (muhkamat, qoth’i). Karenanya, kerangka refleksi ini menjadi moralitas sekaligus tujuan absolut dalam mendulang capaian-capaian nilai seperti kebenaran, keadilan, kemerdekaan, kemanusiaan, dll.
B. Kerangka Aksi (landasan berpijak)
Sebagai kerangka aksi, NDP bergerak dalam pertarungan aksi, kerja-kerja nyata, aktualisasi diri, pembelajaran sosial yang akan memperkuat tingkat kebenaran-kebenaran faktual. Kebenaran faktual itu senantiasa bersentuhan dengan pengalaman historis, ruang dan waktu yang berbeda-beda dan berubah-ubah, kerangka ini memungkinkan warga pergerakan menguli, memperkuat atau bahkan memperbaharui rumusan-rumusan kebenaran dengan historisitas atau dinamika sosial yang senantiasa berubah (mutasyabihat, dzanni).
C. Kerangka Ideologis (sumber motivasi)
Menjadi satu rumusan yang mampu memberikan proses ideologisasi di setiap kader secara bersama-sama, sekaligus memberikan dialektika antara konsep dan realita yang mendorong proses kreatif di internal kader secara menyeluruh dalam proses perubahan sosial yang diangankan secara bersama-sama secara terorganisir.
Menjadi pijakan atau landasan bagi pola pikir dan tindakan kader sebagai insan pergerakan yang aktif terlibat menggagas dan proaktif memperjuangkan perubahan sosial yang memberi tempat bagi demokratisasi dan penghargaan terhadap HAM.
KEDUDUKAN
a. NDP menjadi sumber kekuatan ideal-moral dari aktivis pergerakan.
b. NDP menjadi pusat argumentasi dan pengikat kebenaran dari kebebasan berfikir, berucap dan bertindak dalam aktivitas pergerakan.
BAB II
RUMUSAN NILAI-NILAI DASAR PERGERAKAN
TAUHID
Mengesakan Allah SWT. Merupakan nilai paling asasi dalam agama samawi, didalamnya telah terkandung sejak awal tentang keberadaan manusia.
• Pertama, Allah adalah Esa dalam segala totalitas, dzat, sifat dan perbuatan-perbuatanNya. Allah adalah dzat yang fungsional.
• Kedua, Keyakinan seperti itu merupakan keyakinan terhadap sesuatu yang lebih tinggi dari alam semesta, serta merupakan manifestasi kesadaran dan keyakinan kepada ghaib.
• Ketiga, Oleh karena itu tauhid merupakan titik puncak, melandasi, memandu dan menjadi sasaran keimanan yang mencakup keyakinan dalam hati, penegasan lewat lisan dan perwujudan lewat perbuatan.
Maka, konsekuensinya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia harus mampu melarutkan dan meneteskan nilai-nilai tauhid dalam berbagai kehidupan serta tersosialisasikan hingga merambah sekelilingnya. Hal ini dibuktikan dengan pemisahan yang tegas antara hal-hal yang profan dan sakral.
HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALLAH
Allah adalah pencipta segala sesuatu. Dia mencipta manusia sebaik-baik kejadian dan menganugerahkan kedudukan terhormat kepada manusia dihadapan ciptaan-Nya yang lain. Kedudukan pemberian daya pikir, kemampuan berkreasi dan kesadaran moral. Potensi itulah yang memungkinkan manusia memerankan fungsinya sebagai khalifah dan hamba Allah. Dalam kehidupan sebagai khalifah, manusia memberanikan diri untuk mengemban amanat berat yang oleh Allah ditawarkan kepada makhluk-Nya. Sebagai hamba Allah, manusia harus melaksanakan ketentuan-ketentuannya. Untuk itu manusia dilengkapi dengan kesadaran moral yang selalu harus dirawat, manusia tidak ingin terjatuh ke dalam kedudukan yang rendah.
HUBUNGAN MANUSIA DENGAN MANUSIA
Tidak ada yang lebih antara yang satu dengan lainnya, kecuali ketaqwaannya. Setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan, ada yang menonjol pada diri seseorang tentang potensi kebaikannya, tetapi ada pula yang terlalu menonjol potensi kelemahannya. Karena kesadaran ini, manusia harus saling menolong, saling menghormati, bekerjasama, menasehati dan saling mengajak kepada kebenaran demi kebaikan bersama.
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam hubungan antar manusia tercakup dalam persaudaraan antar insan pergerakan, persaudaraan sesama umat Islam, persaudaran sesama warga Negara dan persaudaraan sesama umat manusia. Perilaku persaudaraan ini harus menempatkan insan pergerakan pada posisi yang dapat memberikan manfaat maksimal untuk diri dan lingkungannya.
HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALAM
Alam semesta adalah ciptaan Allah. Dia menentukan ukuran dan hukum-hukumnya. Alam juga menunjukkan tanda-tanda keberadaan, sifat dan perbuatan Allah. Berarti juga nilai tauhid melingkupi nilai hubungan manusia dengan manusia. Namun Allah menundukkan alam bagi manusia dan bukan sebaliknya. Jika sebaliknya yang terjadi, maka manusia akan terjebak dalam penghambaan terhadap alam, bukan penghambaan kepada Allah. Allah mendudukkan manusia sebagai khalifah, sudah sepantasnya manusia menjadikan bumi maupun alam sebagai wahana dalam bertauhid dan menegaskan keberadaan dirinya, bukan menjadikannya sebagai obyek eksploitasi.
Salah satu dari hasil penting dari cipta, rasa, dan karsa manusia yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi. Manusia menciptakan itu untuk memudahkan dalam rangka memanfaatkan alam dan kemakmuran bumi atau memudahkan hubungan antar manusia. Dalam memanfaatkan alam diperlukan iptek, karena alam memiliki ukuran, aturan dan hukum tersendiri. Alam didayagunakan dengan tidak mengesampingkan aspek pelestariannya.
BAB III
PENUTUP
Nilai-nilai Dasar Pergerakan (NDP) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang dipergunakan sebagai landasan teologis, normative dan etis dalam pola piker dan perilaku warga PMII, baik secara perorangan maupun bersama-sama. Dengan ini dasar-dasar tersebut ditujukan untuk mewujudkan pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah, berbudi luhur, berilmu cakap dan bertanggungjawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya serta komitmen atas cita-cita kemerdekaan rakyat Indonesia, Sosok yang dituju adalah adalah sosok insane kamil Indonesia yang kritis, inovatif dan transformative yang sadar akan posisi dan perannya sebagai khalifah dimuka bumi.
“MEMBINCANG TENTANG GENDER”

A. ABSTRAKSI

Wacana Gender mungkin bisa dikatakan sudah basi, karena sudah sejak lama dibicarakan oleh berbagai kalangan baik oleh para pelajar, lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan maupun kalangan orang-orang agamis, ada pro dan kontra di dalamnya, mereka saling mempertahankan argumennya yang tentu saja dengan rujukan atau sumber hukum yang mereka anggap valid.
Jika melihat realitas sosial di masyarakat wacana tentang kesetaraan gender sangat penting untuk dihembuskan, bahkan kalau perlu bisa dijadikan salah satu mata pelajaran di sekolah menengah atau mata kuliah di perguruan tinggi, dalam makalah ini penulis akan memaparkan sedikit uraian tentang gender, yang bisa dijadikan pengetahuan awal bagi sahabat/I yang masih baru menapak di dunia PMII.

B. JENIS KELAMIN DAN GENDER
Banyak orang yang sering mengasumsikan “GENDER” sebagai perempuan, akan tetapi pada kenyataanya keduanya berbeda. Jenis kelamin adalah kondisi biologis laki-laki dan perempuan yang dibawa sejak lahir dengan fungsi karakteristiknya masing-masing, sedangkan Gender adalah bentukan, konstruksi ataupun interprestasi masyarakat atas perbedaan kondisi biologis laki-laki dan perempuannya, jadi gender bukan sesuatu yang dibawa sejak lahir akan tetapi sesuatu yang dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat.
Misalnya:
- Peran : tugas-tugas rumah tangga seperti mengurus anak lebih pantas dilakukan oleh perempuan dan tak pantas dilakukan laki-laki.
- Sifat : laki-laki dianggap rasional sehingga pantas menjadi pemimpin, sedang perempuan tidak pantas karena emosional.
- Posisi : laki-laki dianggap sebagai pemimpin rumah tangga (sebagai pengambil keputusan) sedangkan perempuan sebagai pendukung.
- Nilai : dari anggapan-anggapan di atas laki-laki diniai lebih penting dari perempuan.
Gender dan peranan gender sering dianggap sebagai kebenaran oleh anggota masyarakat bahkan dianggap sebagai kodrat.
Di dalam kamus kodrat adalah suatu yang telah ditentukan dan tidak bisa dihindarkan, dapat dikatakan pula kodrat adalah karakteristik yang dibawa sejak lahir oleh laki-laki dan perempuan.
Tugas memasak, mengasuh anak sebenarnya bukan kodrat perempuan karena dapat juga dilakukan oleh laki-laki, demikian pula tugas bekerja di ladang, berjualan di pasar dapat juga dilakukan oleh perempuan.
Apa yang pantas dan tidak pantas bagi laki-laki dan perempuan memang tidak sama antara daerah yang satu dengan daerah lainnya. Di Batak misalnya, perempuan yang harus bekerja keras mencari uang sedang di daerah lain juga terjadi perempuan dilarang keluar rumah dan sebagainya. Meski ada perbedaan di berbagai daerah, yang umumnya sama adalah sebagai berikut:
a. Perempuan harus bertanggung jawab atas kehidupan rumah tangga mulai dari mengasuh anak, memasak hingga membereskan rumah.
b. Perempuan harus mengutamakan keluarga dibanding dengan kebutuhannya sendiri, perempuan harus menunjukkan penghormatan pada laki-laki, biasanya ayah (saat ia kecil dan belum menikah) dan suaminya (setelah ia menikah)
c. Laki-laki dianggap sebagai pemimpin (pendapatnya harus dihormati, sehingga yang terjadi laki-laki mempunyai kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih dibandingkan dengan perempuan.
Ketidaksetaraan dengan laki-laki dan perempuan dapat dilihat dari beberapa hal antara lain:
1. Stereotipe
Adalah pelabelan negatif terhadap perempuan misalnya perempuan dianggap emosional, hanya mampu melakukan tugas-tugas sederhana dan tidak penting.
Pandangan tersebut seringkali tidak tepat, namun karena sering diulang-ulang seolah menjadi sesuatu yang baku bagi masyarakat termasuk juga perempuan.
2. Subordinassi
Adalah pemosisian perempuan sebagai orang yang kedua setelah laki-laki dengan kata lain tidak diberi posisi penting.
Selain itu perempuan dianggap sebagai milik keluarga, ketidak ia kecil dan belum menikah ia jadi ayahnya dan bila sudah menikah menjadi milik suami
3. Beban Majemuk
Beban majemuk atau beban ganda sering dialami oleh perempuan dalam rumah tangga, disatu sisi ia harus membantu suami mencari nafkah dan di sisi lain ia juga mempunyai tanggung jawab dalam mengasuh anak, memasak dan membereskan rumah.
4. Marginalisasi
Adalah peminggiran terhadap perempuan artinya perempuan ditempatkan sebagai orang yang tidak memiliki peran penting, sebagai pihak yang tidak diperhatikan kebutuhan-kebutuhan dan kesejahteraannya, misalnya dalam pertemuan di masyarakat perempuan ditempatkan dibelakang sebagai pelayan dan tidak memiliki hak suara.
5. Kekerasan (violent)
Adalah resiko yang paling serius sebagai akibat ketidaksetaraan posisi laki-laki dan perempuan. Di sini perempuan rentan terjadi korban kriminalitas, baik dari masyarakat maupun dari keluarganya sendiri.
Bentuk-bentuk kekerasan tersebut seperti penganiayaan, kawin paksa, kekerasan seksual, ucapan-ucapan menghina ( porno) sampai pada ancaman. Pada masyarakat tertentu kekerasan dianggap wajar bahkan menjadi praktek-praktek budaya.
Sadar atau tidak sadar ketidak setaraan di atas sangat merugikan perempuan di mana kita semua tidak akan bisa merubah konstruksi budaya tersebut bila perempuan sendiri enjoy dan menikmati budaya-budaya yang sebenarnya tidak adil bagi mereka

ASWAJAH
Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah
Sejarah Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah
Sebenarnya sistem pemahaman Islam menurut Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah hanya merupakan kelangsungan desain yang dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW dan Khulafaur-rasyidin. Namun sistem ini kemudian menonjol setelah lahirnya madzhab Mu’tazilah pada abad ke II H.
Seorang Ulama’ besar bernama Al-Imam Al-Bashry dari golongan At-Tabi’in di Bashrah mempunyai sebuah majlis ta’lim, tempat mengembangkan dan memancarkan ilmu Islam. Beliau wafat tahun 110 H. Di antara murid beliau, bernama Washil bin Atha’. Ia adalah salah seorang murid yang pandai dan fasih dalam bahasa Arab.
Pada suatu ketika timbul masalah antara guru dan murid, tentang seorang mu’min yang melakukan dosa besar. Pertanyaan yang diajukannya, apakah dia masih tetap mu’min atau tidak? Jawaban Al-Imam Hasan Al-Bashry, “Dia tetap mu’min selama ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi dia fasik dengan perbuatan maksiatnya.” Keterangan ini berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits karena Al-Imam Hasan Al-Bashry mempergunakan dalil akal tetapi lebih mengutamakan dalil Qur’an dan Hadits.
Dalil yang dimaksud, sebagai berikut; pertama, dalam surat An-Nisa’: 48;
اِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُاَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُمَادُوْنَ ذلِكَ ِلمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِافْتَرَى اِثْمًاعَظِيْمًا النساء : 48
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa seseorang yang berbuat syirik, tetapi Allah mengampuni dosa selian itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang mempersekutukan Tuhan ia telah membuat dosa yang sangat besar.”
Kedua, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
عَنْ اَبِى ذَرٍ رَضِىَاللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتِانِى اتٍ مِنْ رَبىِ فَأَخْبَرَنِى اَنَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ اُمَّتِى لاَيُشْرِكُ بِاللهِ دَخَلَ اْلجَنَّةَ. قُلْتُ: وَاِنْ زَنىَ وَاِنْ شَرَقَ. قَالَ وَاِنْ زَنىَ وَاِنْ سَرَقَ رواه البخارى ومسل
“Dari shahabat Abu Dzarrin berkata; Rasulullah SAW bersabda: Datang kepadaku pesuruh Allah menyampaikan kepadamu. Barang siapa yang mati dari umatku sedang ia tidak mempersekutukan Allah maka ia akan masuk surga, lalu saya (Abu Dzarrin) berkata; walaupun ia pernah berzina dan mencuri ? berkata (Rasul) : meskipun ia telah berzina dan mencuri.” (Diriwayatkan Bukhari dan Muslim).
فَيَقُوْلُ وَعِزَّتِى وَجَللاَ لِى وَكِبْرِيَانِى وَعَظَمَتِى لأَُخْرِجَنَّ مِنْهَا مَنْ قَالَ لاَاِلهَ اِلاَّ اللهُ. رواه البخارى
“Allah berfirman: Demi kegagahanku dan kebesaranku dan demi ketinggian serta keagunganku, benar akan aku keluarkan dari neraka orang yang mengucapkan; Tiada Tuhan selain Allah.”
Tetapi, jawaban gurunya tersebut, ditanggapi berbeda oleh muridnya, Washil bin Atha’. Menurut Washil, orang mu’min yang melakukan dosa besar itu sudah bukan mu’min lagi. Sebab menurut pandangannya, “bagaimana mungkin, seorang mu’min melakukan dosa besar? Jika melakukan dosa besar, berarti iman yang ada padanya itu iman dusta.”
Kemudian, dalam perkembangan berikutnya, sang murid tersebut dikucilkan oleh gurunya. Hingga ke pojok masjid dan dipisah dari jama’ahnya. Karena peristiwa demikian itu Washil disebut mu’tazilah, yakni orang yang diasingkan. Adapun beberapa teman yang bergabung bersama Washil bin Atha’, antara lain bernama Amr bin Ubaid.
Selanjutnya, mereka memproklamirkan kelompoknya dengan sebutan Mu’tazilah. Kelompok ini, ternyata dalam cara berfikirnya, juga dipengaruhi oleh ilmu dan falsafat Yunani. Sehingga, terkadang mereka terlalu berani menafsirkan Al-Qur’an sejalan dengan akalnya. Kelompok semacam ini, dalam sejarahnya terpecah menjadi golongan-golongan yang tidak terhitung karena tiap-tiap mereka mempunyai pandangan sendiri-sendiri. Bahkan, diantara mereka ada yang terlalu ekstrim, berani menolak Al-Qur’an dan Assunnah, bila bertentangan dengan pertimabangan akalnya.
Semenjak itulah maka para ulama’ yang mengutamakan dalil al-Qur’an dan Hadits namun tetap menghargai akal pikiran mulai memasyarakatkan cara dan sistem mereka di dalam memahami agama. Kelompok ini kemudian disebut kelompok Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah. Sebenarnya pola pemikiran model terakhir ini hanya merupakan kelangsungan dari sistem pemahaman agama yang telah berlaku semenjak Rasulullah SAW dan para shahabatnya.
Ahlu Sunnah wa al-Jamaah Sebagai Manhaj al-Fikr atau Mazhab?
Berfikir jernih, luwes dan kreatif tanpa tedeng aling-aling adalah sebuah cita-cita luhur intelektual muda NU yang menyerap banyak literatur baru dalam hidupnya. Sebuah usaha yang mendapat kecaman hebat dari para kyai berkaitan dengan tradisi lama yang dibangun.
Konsep Ahlussunnah wal Jama’ah adalah satu dari banyak objek pemikiran yang ingin dilacak kebenarannya oleh intelektual muda tersebut. Benarkah pemahaman Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah kita saat ini? Adakah ia sebuah tradisi yang tak bisa diberantas (Aqidah) atau hanyalah sebuah pemikiran yang debatable?
Apapun ia, tentunya menjadi sebuah hal yang unik dan menarik untuk dibicarakan. Betapa tidak? Ketika para intelektual muda NU bergeliat mencari makna kebenaran Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah yang dikultuskan dan menjadi unthoughtable para kiai justru akhirnya merasa terancam eksistensinya. Ada apa dibalik semua ini? Said Aqil Siradj, seorang pemikir muda NU yang banyak menyoroti tentang hal ini dan akhirnya mendapatkan nasib yang sama dengan sesama intelektualis mendasarkan bahwa hapuslah asumsi awal yang menyatakan ini sebagai madzhab pokok.
Dalam beberapa runutan pemikiran berikutnya, ia banyak menjelaskan bahwa Ahlussunnah wal Jama’ah lahir dengan sebab bahwa ini adalah pondasi ideologi yang tak bisa ditawar-tawar. Pemahaman ini kemudian dikembalikan dengan watak asli Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah yang memberikan otoritas penuh kepada ulama untuk mempertahankan ilmu dan hak atas menafsirkan agama dari kesembronoan anak muda. Sebuah bangunan pengetahuan yang dibenturkan dengan prinsip berfikir yang tawassuth (Moderat), tawazun (keseimbangan), dan ta’adul (keadilan) yang menjadi pembuka wacana inteletualitas ditubuh NU.
Satu kesimpulan awal yang diambil dari pemaparan diatas adalah para ulama merasa jijik dengan pembaharuan yang berefek pada pengutak-atikan ideologi yang diajarkan sebagai pondasi awal di pesantren berbasis NU. Jika dilakukan hal demikian, hancurlah pondasi yang selama ini dibangun, selain pengkultusan yang juga akan hilang begitu saja, sebuah penghormatan tinggi kepada kiai.
Berkembangnya dugaan bahwa ini terjadi karena tradisi Islam yang ada juga masih menimbulkan pertanyaan, karena Islam bukan lahir di Indonesia tetapi tersebar sampai ke negara ini. Maka, kemudian yang terjadi adalah bahwa Islam mengelaborasikan diri terhadap tradisi bangsa ini dengan meng-Islam-kan beberapa diantaranya. Persinggungan inipun menjadi sebuah masalah, bukan hanya karena belum berhasilnya menghilangkan rasa ketradisian yang asli, tetapi juga pada sebuah pertanyaan apakah sebuah tradisi Islam yang ada adalah tradisi asli dari bangsa Arab? atau jangan-jangan sudah terakulturasi dengan budaya Gujarat?. Hal ini menjadi sebuah pemikiran serius tersendiri dalam mencapai sebuah kebenaran.
Lebih lanjut, konstruksi pemikiran yang ada sejatinya haruslah dihapuskan jika memang mau membahas konsep Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah dengan lebih komprehensip. Kalau tidak, yang ada adalah stempelisasi. Pemurtadan terhadap ideologi yang ada, karena mengutak-atik yang dianggap tak akan bersalah dan tak dapat disalahkan. Pemahaman yang sejati tentang makna Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah dan perdebatannya memang diakui haruslah dimulai dari sebuah asumsi bahwa ia adalah sebuah Manhaj al-Fikr (metode berpikir), bukan madzab yang berkarakteristik sebagaimana di atas.
Lagu-Lagu Pergerakan
14 April 2009 13:35
Syahadat Pembebasan

Barang siapa ingin menindas orang lain
Berarti ia ingin Menjadi Tuhan
Padahal tiada Tuhan selain Allah

Barang siapa ingin menjadi tiran
Berarti ia Ingin menjadi Tuhan
Padahal tiada Tuhan selain Allah

Barang siapa ingin merendahkan orang lain
Berarti ia ingin menjadi Tuhan
Padahal Tiada Tuhan Selain Allah

Penguasa yang ingin menindas rakyatnya
Berarti ia ingin menjadi Tuhan
Padahal tiada Tuhan selain Allah

Kita Menerima siapapun orangnya dan
Dari manapun asalnya
Asalkan bisa menjadi saudara bagi
Sesamanya

MARS PMII

Inilah kami wahai Indonesia
Bersatu barisan dan satu cita
Membela bangsa dan agama
Tangan terkepal dan maju kemuka

Habislah sudah masa yang suram
Selesai sudah derita yang lama
Bangsa yang jaya Islam yang benar
Bangun tersentak dari bumiku subur

Reff : 2x
Denganmu PMII pergerakanku
Ilmu dan batin kuberikan
Adil dan makmur ku perjuangakan
Untukmu satu tanah airku…
Untukmu satu keyakinanku…

Inilah kami wahai Indonesia
Satu angkatan dan satu jiwa
Putra bangsa bebas merdeka
Tangan terkepal dan maju kemuka….

TOTALITAS PERJUANGAN

Kepada para mahasiswa
Yang merindukan kejayaan
Kepada rakyat yang kebingungan
Dipersimpangan jalan…

Kepada pewaris peradapan
Yang telah menggoreskan
Sebuah catatan kebanggaan
Dilembar sejarah manusia…

Reff : 2x
Wahai kalian yang rindu kemenangan
Wahai kalian yang turun ke jalan
Demi mempersembahkan jiwa dan raga
Untuk negeri tercinta…


DARAH JUANG

Disini negeri kami
Tempat padi terhampar
Samudranya kaya raya
Tanah kami subur tuan…

Dinegeri permai ini
Berjuta rakyat bersimbah rugah
Anak buruh tak sekolah
Pemuda desa tak kerja…

Reff :
Mereka dirampas haknya
Tergusur dan lapar
Bunda relakan darah juang kami
Untuk membebaskan rakyat…

Mereka dirampas haknya
Tergusur dan lapar
Bunda relakan darah juag kami
Padamu kami berjanji….

BURUH TANI

Buruh tani mahasiswa rakyat miskin kota
Bersatu padu rebut demokrasi
Genggap gepita dalam satu suara
Demi tugas suci yang mulia…

Hari-hari esok adalah milik kita
Terciptanya masyarakat sejahtera
Terbentuknya tatanan masyarakat
Indonesia baru tanpa orba

Marilah kawan, mari kita kabarkan
Ditangan kita, terggengggam anak bangsa
Marilah kawan, marilah kita nyanyikan
Sebuah lagu,tentang pembebasan

Dibawah kuasa tirani
Kusususri garis ini
Berjuta kali tirun aksi
Bagiku satu langkah pasti… 2X